Positvisme dan Post-Positivisme



 
Filsafat positivisme lahir pada abad ke-19.Titik tolak pemikirannya, segala yang diketahui adalah yang faktual dan yang positif, sehingga metafisika ditolaknya. Positif adalah segala gejala dan segala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman obyektif. Jadi, setelah fakta diperoleh, maka fakta-fakta tersebut kita atur untuk dapat memberikan asumsi (proyeksi ke masa depan).

A.    Pengertian Positivisme
Positivisme dalam bahasa Inggris, yaitu: positivism, dalam bahasa Latin positivus, ponere yang berarti meletakkan. Positifisme sekarang merupakan istilah umum untuk posisi filosofis yang menekanakan aspek faktual pengetahuan, khususnya pengetahuan ilmiah dan umumnya positivisme berupaya menjabarkan pernyataan-pernyataan faktual pada suatu landasan pencerapan (sensasi). Atau dengan kata lain, positivime merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu-ilmu alam (empiris) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak nilai kognitif dari studi filosofis atau metafisik.
Filsafat positifisme lahir pada abad ke-19.Titik tolak pemikirannya, segala yang diketahui adalah yang faktual dan yang positif, sehingga metafisika ditolaknya. Positif adalah segala gejala dan segala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman obyektif. Jadi, setelah fakta diperoleh, maka fakta-fakta tersebut kita atur untuk dapat memberikan asumsi (proyeksi ke masa depan). Beberapa tokoh diantaranya, August Comte (1798-1857), Jonh S. Mill (1806-1873), Herbert Spencer (1820-1903).[1]
Para Tokoh Positivisme:
a.     August Comte (1798-1857)
Ia lahir di Montpellier, Prancis. Sebuah karya penting, Cours de Philosofia Positif (kursus tentang filsafat positif), dan berjasa dalam mencipta ilmu sosiologi.
Menurut pendapatnya pemikiran manusia dapat berkembang dalam tiga tahap: tahap teologis, tahap metafisis, dan tahap ilmiah/positif. Tahap teologis yaitu manusia mengarahkan pandangannya kepada hakikat yang batiniyah (sebab pertama).Disini manusia percaya pada kemungkinan adanya sesuatu yang mutlak.Artinya dibalik semua kejadian tersirat adanya maksud tertentu.
Tahap metafisis, yaitu manusia hanya sebagai tujuan pergeseran dari tahap teologis.Sifat yang khas adalah kekuatan yang tadinya bersifat adi kodrati, diganti dengan kekuatan-kekuatan yang mempunyai pengertiaan abstrak, yang diintegrasikan dengan alam.
Tahap ilmiah/ positif, yaitu manusia mulai mengetahui dan sadar, bahwa upaya pengenalan teologis dan metafisis tidak ada gunanya.Sekarang manusia berusaha mencari hukum-hukum yang berasal dari fakta-fakta pengamatan dengan memakai akal.Tahap-tahap tersebut berlaku pada setiap individu (dalam perkembangan rohani) juga di bidang ilmu pengetahuan.
Di akhir hidupnya, ia berupaya membangun agama baru tanpa teologi atas dasar filsafat positifnya. Agama baru tanpa teologi ini mengagungkan akal dan mendambakan kemanusiaan dengan semboyan “cinta sebagai prinsip, teratur sebagai basis, kemajuan sebagai tujuan”. Sebagai istilah ciptaannya yang terkenal altruis, yaitu menganggap bahwa soal utama bagi manusia adalah usaha untuk hidup bagi kepentingan orang lain.[2]
Positivisme Dan Aliran Lainpositivisme tampil sebagai jawaban terhadap ketidak mampuan filsafat spekulatif (misalnya, idealisme Jerman klasik) untuk memecahkan masalah filosofis yang muncul sebagai suatu akibat dari perkembangna ilmu.Kaum positivis menolak spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan. Posuitivisme menyatakan salah dan tidak bemakna semua masalah, konsep dan proposisi dari filsafat tradisional tentang ada, substansi, sebab dan sebagainya, yang tidak dapat dipecahkan atau diverifikasi oleh pengalaman yang berkaiatan dengan suatau tingkat yang tinggi dari alam abstrak. Ia menyatakan dirinya sebagai suatu filsafat non metafisik, yang sama sekali baru, yang dibentuk berdasrkan ilmu-ilmu empiris dan menyediakan metodelogi bagi ilmu-ilmu tersebut.
Pada hakikatnya poitivisme merupakan empirisme, yang disegi-segi tertentu sampai pada kesimpulan logis ekstrim: karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.
Aliaran filsafat ini ditandai oleh pendewaan ilmu dan metode ilmiah.Pada versi-versi awalnya, metode-metode ilmiah dianggap berpotensi tidak saja memperbaharui filsafat tetapi juga masyarakat.Istilah ini diperkenalakan oleh Saint-Simon menurutnya; implikasi-implikasi filsafat positif mencakup pembaharuan-pembaharuan politik, pendidikandan agama.
b.     J.S.Mill
John Stuart Mill (1806-1873) atau salah satu sahabat Comte.Tapi ada pikiran-pikirannya yang bertentangan dengan Comte, seperti Mill menerima peikologi sebagai ilmu yang paling fundamental.Mill juga meneruskan prinsip-prinsip positivisme dalam bidang logika.
c.     H. Spencer
Pemikiran Herbert Spencer (1820-1903) berpusat pada teori evolusi ia telah mendahului Carles Darwin, ia memutuskan menulis karya tulis yang menetrpkan prinsip evolusi srta sistematis. Hasilnya karya yang berjudul A system of synthetic philosophy. Menurutnya kita hanya bisa mengenal gejala-gejala saja walaupun dibelakang gejala tersebut ada dasar yang absolut, tetapi absolut itu tidak dapat dikenal.
B.    Pembagian Positivisme
Positivisme dapat dibagi menjadi dua, yaitu positivisme logis dan positivisme moral.
1.     Positivisme Logis
Positivisme logis merupakan aliran pemikiran yang membatasi pikiran pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah.Tugas pertama dipersiapkan untuk ilmu dan yang kedua khusus untuk filsafat.Menurut positivisme logis, filsafat ilmu murni mungkin hanya sebagai suatu analisis logis tentang bahasa ilmu.Fungsi analisis ini di satu pihak mengurangi metafisika, yaitu filsafat dalam arti tradisional, dan di lain pihak, meneliti struktur logis pengetahuan ilmiah.[3]
Ajaran Pokok Positivisme Logis:
Positivisme logis empunyai beberapa ajaran pokok, diantaranya, Penerimaan prinsip verifiabilitas, yang merupakan kriteria untuk menentukan bahwa suatu pernyataan mempunyai arti kognitif.Arti kognitif suatu pernyataan tergantung pada apakah pernyataan itu dapat diverifikasi atau tidak. Semua pernyataan dalam matematika danvlogika bersifat analitis ( tautologi) dan benar per definisi. Konsep-konsep matematika dan logika tidak di verifikasi tetapi merupakan kesepakatan defisional yang diterapkan pada realitas.Metode ilmiah merupakan sumber pengetahuan satu-satunya yang tepat tentang realitas.
Filafat merupakan analisis dan klarifikasi makna dengan logika dan metode ilmiah. (beberapa ahli positivisme logis berupaya untuk menghilangkan semua filsafat yang tidak tersusun segabai ilmu-ilmu logika-matematik). Bahasa pasa hakikatnya merupakan suatu kalkulus.v Dengan formalisasi bahasa dapat ditangani sebagai suatu kalkulus, yaitu dalam memecahkan masalah-masalah filosofis ( atau memperlihatkan yang mana darimasalah-masalah itu merupakan yang semu) dan dalam hal menjelaskan dasar-dasar ilmu. Pernyataan-pernyataan metafisik tidakv bermakna.Pernyataan-pernyataan itu tidak dapat diverifikasi secara empiris dan bukan tautologi yang berguna. Tidak ada cara yang mungkin untuk menentukan kebenarannya atau kesalahannyadengan mengacu pada pengalaman, seperti ucapan “Yang tiada itu sendiri tiada”, yang dipelopori oleh martin Heidegger, “yang mutlak mengatasi waktu“,“Allah adalah sempurna“, ada murni tidak mempunyai cirri, pernyataan-pernyataan metafisik adalah pernyataan semu.
Dalambentuk positivisme ekstrim, pernyataan-pernyataan tentang eksisitensi dunia luar dan pikiran luar yang bebas dari pikiran kita sendiri, dianggap tidak bermakna, karena tidak ada cara empiris untuk mengadakan verifikasi terhadapnaya.
Penerimaan terhadap teori emotif dalamv aksiologi.Nilai-nilai tidak ada apabila tidak bergantung pada kemampuan manusia untuk menetapkan nilai-nilai.Nilai-nilai tidak merupakan objek-objek di dunia, tidak dapat ditemukan dengan percccobaan, dan tidak dapat diperiksa, atau dialami sebagaimana kita mengalami atau mengadakan verifikasi terhadap eksistensi objek-objek.
2.     Positivisme Moral
Positivisme moral menegaskan bahwa nilai-nilai didasarkan pada kebudayaan dan perkambangannya sesuai dengan variasi-variasi waktu dan tempat. Oleh karenaitu, kebaikan atau nilai moral kegiatan manusia tidak terikat secara niscaya dan secara tidak berubah dengan hakikat pribadi manusia, tetapi sama sekali tunduk kepada semua variasi yang mungkin.Bukti utama bagi positivisme moral adalah kesaksian sejarah. Setiap bangsa dan setiap kebudayaan mengembangakan nilai moralnya sendiri dan nilai-nilai sering ditemukan bertentangan.Apa yang sebelumnya diperbolehkan seakan-akan pada suatu generasi kemudian kurang mendapat penghargaan dari manusia atau bahkan malah bersifat tidak sopan.
C.   POSPOSITIVISME
Salah satu bentuk paradigma pospositivisme adalah paradigma interpretatif.Pendekatan interpretif berasal dari filsafat Jerman yang menitikberatkan pada peranan bahasa, interpretasi dan pemahaman dalam ilmu sosial.Pendekatan ini memfokuskan pada sifat subjektif dari dunia social dan berusaha memahaminya dari kerangka berpikir objek yang sedang dipelajarinya.Manusia secara terus menerus menciptakan realitas sosial mereka dalam rangka berinteraksi dengan yang lain (Schutz, 1967 dalam Ghozali dan Chariri, 2007). Tujuan pendekatan interpretif tidak lain adalah menganalisis realita sosial semacam ini dan bagaimana realita sosial itu terbentuk (Ghozali dan Chariri, 2007).
Salah satu pendiri pospositivisme adalah Karl Popper. Karl Popper lahir di   ViennaAustria28 Juli 1902 dan meninggal di LondonInggris17 September  1994 (umur 92 tahun). Popper merupakan salah satu dari sekian banyak filsuf ilmu dan pakar dalam bidang psikologi belajar.Popper dikenal dengan gagasan falsifikasi, sebagai lawan dari verifikasi terhadap ilmu.Falsifikasi adalah gagasan melihat suatu teori dari sudut pandang kesalahan.Dengan menganggap teori itu salah, dan dengan segala upaya dibuktikan kesalahan tersebut hingga mutlak salah, dibuatlah teori baru yang menggantikannya.
Di zaman yang lebih modern Albert Einstein juga melakukan falsifikasi teori tentang relativitas dalam mekanika.Einstein pada tahun 1905 memaparkan teori elektrodinamika benda yang bergerak.Dia memanfaatkan teori elektro-dinamika dari Maxwell, untuk menemukan batasan dari mekanika Newton, membenturkan kedua teori, yakni mekanika klasik dengan teori elektro-magnetisme.Einstein hendak menunjukan bahwa kerangka fisika dan mekanika klasik yang berbasis ruang dan waktu absolut, yang secara matematik dituliskan sebagai transformasi Galileo Galilei, tidak berlaku dalam kecepatan amat tinggi.Einstein sekaligus membantah teori dari Heinrich Hertz mengenai medium yang disebut ether pembawa cahaya, dimana gaya listrik dan gaya magnet tidak dapat melampaui batasan ruang. Dengan teorinya yang dijuluki sebagai Teori Relativitas Khusus itu Einstein menunjukan ternyata tidak ada waktu absolut, akan tetapi hanya ada ruang- waktu yang tergantung dari relasi-sistem. Dengan kata lain, dalam ruang-waktu yang memuai secara cepat, pengukur waktu yang berdetik cepat-pun akan berjalan lebih lambat. Teori elektro-dinamika benda bergerak itu, kemudian terbukti dalam percobaan di laboratorium menggunakan jam atom, serta dalam pengamatan waktu paruh dari partikel yang bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya.
Kembali pada pemikiran Karl Popper tentang gagasan prinsip falsifikasinya. Popper menggarisbawahi bahwa akal baru sungguh-sungguh bersifat kritis, apabila mau membuang parameter yang mula-mula dipaksakan (imposed regulaties). Pandangan ini disebut pula sebagai rasionalisme kritis di mana rasionalisme tidak berarti bahwa pengetahuan didasarkan pada nalar seperti dikatakan Descartes dan Leibniz, melainkan bahwa sifat rasional dibentuk lewat sikap yang selalu terbuka untuk kritik. Inilah di antaranya prinsip falsifikasi yang diutarakan oleh Popper dalam melakukan kritik terhadap paradigma positivisme yang dianggap kaku dengan cara menggunakan serta hanya mengakui metoda ilmiah yang umumnya digunakan (bersifat positivistik).
Senada dengan Karl Popper adalah I. Lakatos dalam tulisannya berjudul History of Science and its Rational Reconstructions pada buku Boston Studies in the Phylosophy of Science (1971) yang juga menyetujui model deduktif dalam metode ilmiah. Namun Lakatos menyangkal adanya kemungkinan untuk experimentum crucis, yaitu keadaan bahwa satu falsifikasi saja bisa menghancurkan suatu teori.Ia berpendapat bahwa yang terjadi dalam pembaharuan suatu ilmu sebetulnya merupakan peralihan dari teori yang satu ke teori yang lain. Teori-teori beruntun atau berdampingan sebagai alternative.Jika itu menghasilkan teori yang lebih baik, itu disebut program penelitian progresif, kalau tidak dinamakan degeneratif. Van Peursen tidak menggolongkan kritik Lakatos ini ke dalam paradigma konstruktivisme, tapi dia mengistilahkannya pemikiran Lakatos tersebut sebagai “bentuk peralihan yang
mendekati kelompok ini (konstruktivisme).
Untuk mengetahui pospositivisme dapat kita gambarkan dalam 4 bagian
1.     Harus diakui bahwa aliran ini bukan merupakan filsafat baru dalam bidang keilmuan, tetapi memang sangat dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa pospositivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode. Dengan demikian, suatu ilmu memang betul mencapai objektivitas apabila telah diverikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai cara.
2.     Pandangan aliran positivisme bukan suatu realitas yang menolak adanya realitas dari suatu teori. Realisme modern bukanlah kelanjutan atau luncuran dari aliran positivisme, tetapi merupakan perkembangan akhir dari pandangan pospositisme.
3.     Banyak pospositivisme yang berpengaruh yang merupakan penganut realismedan ini, menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui adanya sebuah kenyataan. Realisme mengungkap bahwa semua pandangan itu benar sedangkan realis hanya berkepentingan terhadap pandangan yang dianggap terbaik dan benar. Pospositivisme menolak pandangan bahwa masyarakat dapat menentukan banyak hal sebagai hal yang nyata dan benar tentang suatu objek oleh anggotanya.
4.     Karena pandangan bahwa persepsi orang berbeda, Maka tidak ada sesuatu yang benar-benar pasti. Pandangan ini tidak bisa diterima karena objektivitas nerupakan indeikator kebenaran  yang melandasi penyelidikan yang ingin ditekankan bahwa objektivitas tidak menjamin untuk mencapai kebenaran.
Pospositivisme lawan dari positivisme: cara berpikir yg subjektif Asumsi terhadap realitas: there are multiple realities (realitas jamak), Kebenaran subjektif dan tergantung pada konteks value, kultur, tradisi, kebiasaan, dan keyakinan. Natural dan lebih manusiawi Edmund Husserl (1859-1938) Gagasan Dasar Phenomenologi dari Franz Bremento (1838-1917): “all consciousness is by its very nature intentional, that is, directed toward some object”.
Phenomenologi dari Husserl (Phenomenologi modern). Kesadaran berilmupengetahuan yg pertama-tama adalah kesadaran manusia tentang objek-objek intensional. Dua arti objek intensional: semantik dan ontologik.
Makna semantik intensional: bila tidak dapat ditampilkan rumusan equivalennya (satu makna).
Ontologik: sesuatu dikatakan intensional bila kesamaan identitas tidak menjamin utk dikatakan equivalen atau identik
·      PARADIGMA POSPOSITIVISME
Merupakan versi modifikasi dari positivisme  (Positivisme terbukti gagal memahami realitas) Hasil penelitian yang berasal dari manipulasi statistical modelling relatif semakin kontradiktif, parsial dan kurang memberi gambaran yang jelas tentang situasi masyarakat dimana penelitian itu dilakukan.  Terjadi pergeseran paradigma (khun) dari positivisme ke neopositivisme yang kemudian bermetamorfose menjadi postpositivism.
·      ASUMSI ONTOLOGIS
PARADIGMA POSPOSITIVISME
“Critical realist” –Seperti halnya realitas dalam klaim positivisme, namun penganut paradigma ini menyatakan bahwa realitas tak pernah bisa dipahami secara utuh, karena keterbatasan kemampuan manusia. Selain itu sifat alam (fisik dan sosial) itu tidak akan pernah ditemukan secara utuh.
·      ASUMSI EPISTIMOLOGIS
PARADIGMA POSPOSITIVISME
“Modified dualism –objectivity” – objektivitas tetap sesuatu yang ideal, tak ada perdebatan tentang perlunya objektivitas dalam suatu penelitian, tetapi hal tersebut hanya bisa didekati. Peneliti sosial tidak akan pernah menghindari efek interaksi antara peneliti dengan obyek yang diteliti. Jadi klaim objektivitas dari penganut pasitivisme adalah suatu kemustahilan.
·      ASUMSI AKSIOLOGIS PARADIGMA
POSPOSITIVISME
“Controlled value-free” –Para penganut paradigma pospositivisme mempercayai bahwa sistem nilai memegang peranan dalam suatu penelitian, tetapi peneliti bisa mengontrolnya. Jadi menolak prinsip aksiologis paradigma positivisme
·      ASUMSI METODOLOGIS PARADIGMA
POSPOSITIVISME
“Modified experimental-manipulative” : Para penganut pospositivisme tetap mengandalkan model-model eksperimen, manipulasi dan mengontrol variabel penelitian, menggunakan metode survey, menyusun hipotesis, seperti halnya klaim positivisme, tetapi mereka juga mengakui metode kualitatif sebagai metode ilmiah yang dapat digunakan dalam mendekati kebenaran ilmiah.
·      PERBEDAAN LAIN ANTARA PARADIGMA
POSITIVISME DENGAN POSPOSITIVISME
Menekankan analisis parsial dan dekontekstualisasikan  (decontextualization) VS Menekankan analisis menyeluruh dan kontekstualisasi (contextualization)  Menekankan pemisahan VS Menekankan integrasi  Menekankan generalisasi VS Menekankan spesifikasi  Pertimbangan hanya pada objektivitas dan kuantifikasi VS Pertimbangan juga pada subjektifitas dan non-kuantifikasi  Ketergantungan pada keahlian dan pengetahuan orang lain, peneliti sebagai orang luar VS Pertimbangan juga diambil dari partisipan dan pengetahuan lokal; peneliti sebagai orang dalam.  Memberikan fokus perhatian pada controlling VS Memberi fokus pada understanding





BAB III
KESIMPULAN

Positifisme sekarang merupakan istilah umum untuk posisi filosofis yang menekanakan aspek faktual pengetahuan, khususnya pengetahuan ilmiah dan umumnya positivisme berupaya menjabarkan pernyataan-pernyataan faktual pada suatu landasan pencerapan (sensasi). Ataudengan kata lain, positivime merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu-ilmu alam (empiris) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak nilai kognitif dari studi filosofi satau metafisik.
Untuk mengetahui pospositivisme dapat kita gambarkan dalam 4 bagian
1.     Harus  diakui bahwa aliran ini bukan merupakan filsafat baru dalam bidang keilmuan, tetapi memang sangat dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa pospositivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode.
2.     Pandangan aliran positivisme bukan suatu realitas yang menolak adanya realitas dari suatu teori. Realisme modern bukanlah kelanjutan atau luncuran dari aliran positivisme, tetapi merupakan perkembangan akhir dari pandangan pospositisme.
3.     Banyak pospositivisme yang berpengaruh yang merupakan penganut realisme dan ini, menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui adanya sebuah kenyataan. Realisme mengungkap bahwa semua pandangan itu benar sedangkan realis hanya berkepentingan terhadap pandangan yang dianggap terbaik dan benar. Pospositivisme menolak pandangan bahwa masyarakat dapat menentukan banyak hal sebagai hal yang nyata dan benar tentang suatu objek oleh anggotanya.
4.     Karena pandangan bahwa persepsi orang berbeda, Maka tidak ada sesuatu yang benar-benar pasti. Pandangan ini tidak bisa diterima karena objektivitas merupakan indeikator kebenaran  yang melandasi penyelidikan yang ingin ditekankan bahwa objektivitas tidak menjamin untuk mencapai kebenaran.
DAFTAR  PUSTAKA

Kattsof, Louis, Pengantar Filasafat, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, 2004.






[1]Filsafat Modern ((Positivisme Dan Evolusionisme)), (online), http://maktabah-stid.blogspot.com/2009/06/filsafat-modern-positivisme-dan.htmldiakses pada tanggal 12april 2012
[2] August Comte, (online), http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=August_Comte&oldid=4938297 diakses pada 9 desember 2011
[3]Filsafat Modern ((Positivisme Dan Evolusionisme)), (online), http://maktabah-stid.blogspot.com/2009/06/filsafat-modern-positivisme-dan.htmldiakses pada tanggal 9 desember 2011

0 comments:

Post a Comment