Piagam Madinah


Piagam Madinah (Bahasa Arab: shahifatul madinah) juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yathrib (kemudian bernama Madinah) di tahun 622.Dokumen tersebut disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan utama untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani 'Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas pagan Madinah; sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut ummah.

Sebagaimana sudah diketahui, Islam tidak dapat dipisahkan dari politik. Batas antara ajaran Islam dengan persoalan politik sangat tipis. Sebab ajaran Islam mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk persoalan politik dan masalah ketatanegaraan. Peristiwa hijrah Nabi ke Yatsrib merupakan permulaan berdirinya pranata sosial politik dalam sejarah perkembangan Islam. Kedudukan Nabi di Yatsrib bukan saja sebagai pemimpin agama, tetapi juga kepala negara dan pemimpin pemerintahan. Kota Yatsrib dihuni oleh masyarakat yang multi etnis dengan keyakinan agama yang beragam. Peta sosiologis masyarakat Madinah itu secara garis besarnya terdiri atas :
  1. Orang-orang muhajirin, kaum muslimin yang hijrah dari Makkah ke Madinah.
  2. Kaum Anshar, yaitu orang-orang Islam pribumi Madinah.
  3. Orang-orang Yahudi yang secara garis besarnya terdiri atas beberapa kelompok suku seperti : Bani Qainuna, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah.
  4. Pemeluk “tradisi nenek moyang”, yaitu penganut paganisme atau penyembah berhala.

Pluralitas masyarakat Madinah tersebut tidak luput dari pengamatan Nabi. Beliau menyadari, tanpa adanya acuan bersama yang mengatur pola hidup masyarakat yang majemuk itu, konflik-konflik di antara berbagai golongan itu akan menjadi konflik terbuka dan pada suatu saat akan mengancam persatuan dan kesatuan kota Madinah. Hijrah Nabi ke Yatsrib disebabkan adanya permintaan para sesepuh Yatsrib dengan tujuan supaya Nabi dapat menyatukan masyarakat yang berselisih dan menjadi pemimpin yang diterima oleh semua golongan. Piagam ini disusun pada saat Beliau menjadi pemimpin pemerintahan di kota Madinah.

 
Sejarah Terbentuknya Piagam Madinah

Piagam Madinah disepakati tidak lama sesudah umat muslim pindah ke Yatsrib yang waktu itu masih tinggi rasa kesukuannya. Oleh karena itu ada baiknya kita mengetahui motif apa yang menjadi latar belakang hijrahnya umat Muslim Mekkah ke Madinah yang waktu itu masih bernama Yatsrib. Hal ini penting untuk kita mengetahui mengapa agama Islam yang lahir di Mekkah itu justru malah kemudian dapat berkembang subur di Madinah. Dan kemudian mendapat kedudukan yang kuat setelah adanya persetujuan Piagam Madinah.
Dakwah Nabi di Mekkah dapat dikatakan kurang berhasil. Sampai kepada tahun kesepuluh kenabian baru sedikit orang yang menyatakan diri masuk Islam. Bahkan ada beberapa diantaranya yang memeluk agama Islam dengan sepenuh hati mereka.

Sebelum Nabi melaksanakan hijrah, Beliau banyak mendapat ancaman dari kafir Quraisy. Tidak hanya gangguan psikis yang Beliau alami, tapi juga diancam secara fisik. Bahkan beberapa kali diancam untuk dibunuh. Tapi Nabi selalu sabar dalam menghadapi gangguan-gangguan tersebut. Dasar yang dipakai Nabi dalam menghadapi gangguan kaum kafir Quraisy tersebut adalah surat Fushshilat ayat 34, yang berbunyi :

Kota Yatsrib mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Nabi. Bukan saja karena Makkah dan Yatsrib sama-sama berada di propinsi Hijaz, tetapi juga beberapa faktor lain yang ikut menentukan, yaitu :
  1. Abdul Muthalib, kakek Nabi lahir dan dibesarkan di Madinah ini sebelum akhirnya menetap di Makkah. Apalagi hubungan kakek dan cucu ini sangat erat dan penuh kasih sayang. Maka hubungan kakek nabi yang erat dengan Madinah juga membawa bekasnya pada diri Nabi.
  2. Ayah Rasulullah, Abdullah ibn Abdul Muthalib wafat dan dimakamkan di Madinah. Nabi pernah ziarah ke sana bersama ibundanya. Ibunda Nabi wafat dalam perjalanan pulang dari ziarah tersebut. Dengan demikian Madinah bukan tempat yang asing bagi Nabi. Setidak-tidaknya Nabi pernah berhubungan dengan kota atau penduduk kota tersebut.
  3. Penduduk Madinah dari suku Arab bani Nadjar punya hubungan kekerabatan dengan Nabi. Kedatangan Nabi di Madinah disambut layaknya kerabat yang datang dari jauh, bukan orang asing.
  4. Sebagian besar penduduk kota Yatsrib punya mata pencaharian sebagai petani, di samping itu iklim di sana lebih menyenangkan dari pada kota Makkah. Untuk itu dapat dimaklumi bila penduduknya lebih ramah dibandingkan penduduk kota Makkah.
  5. Selain berbagai faktor di atas, juga khabar akan datangnya Rasul akhir jaman sudah di dengar orang-orang Yatsrib dari orang-orang Yahudi d Yatsrib. Mereka mengharap-harap dan menunggu-nunggu untuk mendapat kehormatan membantu agama ini.

Demikian beberapa faktor yang dapat kami kemukakan yang membantu diterimanya Nabi di Madinah dan mengapa Nabi memilih kota Yatsrib atau Madinah sebagai kota tempat tujuan Hijrahya, selain itu juga merupakan petunjuk Allah yang memberi jalan bagi terbukanya syiar agama Islam.

Sejak Nabi hijrah ke Madinah dan sesudah menetap di sana dan setelah masjid dan rumah beliau siap didirikan, tidak lain yang menjadi fikirannya adalah menyiarkan agama Islam, sebagai tujuan utama beliau.

Sebagai seorang pemimpin, maka beliau merasa punya tanggung jawab besar terhadap diri dan pengikutnya. Beliau tidak saja harus giat menyiarkan agama Islam, tetapi juga sebagai seorang pemimpin tidak boleh membiarkan musuh-musuh dari dalam dan dari luar mengganggu kehidupan masyarakat muslim. Pada tahap ini beliau menghadapi tiga kesulitan utama
:
  1. Bahaya dari kalangan Quraisy dan kaum Musyrik lainnya di Jazirah Arab.
  2. Kaum Yahudi yang tinggal di dalam dan di luar kota dan memiliki kekayaan dan sumberdaya yang amat besar.
  3. Perbedaan di antara sesama pendukungnya sendiri karena perbedaan lingkungan hidup mereka.

Dan karena perbedaan lingkungan hidup, maka kaum muslimin Anshar dan Muhajirin mempunyai latar belakang kultur dan pemikiran yang sangat berbeda. Hal ini masih di tambah lagi dengan permusuhan sengit yang telah terjadi selama 120 tahun lebih antara dua suku Anshar, yaitu Bani Aus dan Bani Khazraj. Sangat sulit bagi Nabi mengambil jalan tengah untuk mempersatukan mereka dalam kehidupan religius dan politik secara damai.

Tetapi akhirnya Nabi dapat mengatasi masalah tersebut secara damai dengan cara yang amat bijaksana. Mengenai masalah yang pertama dan kedua, beliau berhasil mengikat penduduk Madinah dalam suatu perjanjian yang saling menguntungkan yang akan di bahas nanti. Sedangkan untuk mengatasi masalah yang ketiga beliau berhasil memecahkannya dengan jalan keluar yang amat bijak dan sangat jenius.

Untuk mengatasi adanya perbedaan di antara kaum muslimin, maka Nabi mempersaudarakan di antara mereka layaknya saudara kandungan yang saling pusaka mempusakai. Jika salah satu dari kedua bersaudara yang baru dipersatukan tersebut wafat, maka saudara angkatnya berhak atas seperenam harta warisannya. Perlu diketahui hukum waris sebagaimana kita kenal sekarang belum berlaku saat itu.

Selama beberapa minggu di Madinah, Rasul menelaah situasi kota Madinah dengan mempelajari keadaan politik, ekonomi, sosial dan sebagainya. Beliau berusaha mencari jalan bagaimana agar penduduk asli dan kaum muhajirin dapat hidup berdampingan dengan aman. Untuk mengatasi kesulitan yang pertama dan kedua Nabi Muhammad membuat suatu perjanjian dengan penduduk Madinah baik Muslimin, Yahudi ataupun musyrikin.

Dalam perjanjian itu ditetapkan tugas dan kewajiban Kaum Yahudi dan Musyrikin Madinah terhadap Daulah Islamiyah di samping mengakui kebebasan mereka beragama dan memiliki harta kekayaannya. Dokumen politik, ekonomi, sosial dan militer bagi segenap penduduk Madinah, baik Muslimin, Musyrikin, maupun Yahudinya. Secara garis besar perjanjian itu memuat isi sebagai berikut :

a. Bidang ekonomi dan sosial

Keharusan orang kaya membantu dan membayar utang orang miskin, kewajiban memelihara kehormatan jiwa dan harta bagi segenap penduduk, mengakui kebebasan beragama dan melahirkan pendapat, menyatakan kepastian pelaksanaan hukum bagi siapa saja yang bersalah, dan tidak ada perbedaan antara siapapun di depan pengadilan.

b. Bidang militer

Antara lain menggariskan kepemimpinan Muhammad bagi segenap penduduk Madinah, baik Muslimin, Yahudi ataupun Musyrikin, segala urusan berada di dalam kekuasaannya. Beliaulah yang menyelesaikan segala perselisihan antara warga negara. Dengan demikian jadilah beliau sebagai Qaaid Aam (panglima tertinggi) di Madinah. Keharusan bergotong royong melawan musuh sehingga bangsa Madinah merupakan satu barisan menuju tujuan.

Arti Penting Piagam Madinah

Adapun Piagam Madinah itu mempunyai arti tersendiri bagi semua penduduk Madinah dari masing-masing golongan yang berbeda. Bagi Nabi Muhammad, maka Ia diakui sebagai pemimpin yang mempunyai kekuasaan politis. Bila terjadi sengketa di antara penduduk Madinah maka keputusannya harus dikembalikan kepada keputusan Allah dan kebijaksanaan Rasul-Nya. Pasal ini menetapkan wewenang pada Nabi untuk menengahi dan memutuskan segala perbedaan pendapat dan permusuhan yang timbul di antara mereka.

Hal ini sesungguhnya telah lama diharapkan penduduk Madinah, khususnya golongan Arab, sehingga kedatangan Nabi dapat mereka terima. Harapan ini tercermin di dalam Baitul Aqabah I dan II yang mengakui Muhammad sebagai pemimpin mereka dan mengharapkan peranannya di dalam mempersatukan Madinah.

Sedangkan bagi umat Islam, khususnya kaum Muhajirin, Piagam Madinah semakin memantapkan kedudukan mereka. Bersatunya penduduk Madinah di dalam suatu kesatuan politik membuat keamanan mereka lebih terjamin dari gangguan kaum kafir Quraisy. Suasana yang lebih aman membuat mereka lebih berkonsentrasi untuk mendakwahkan Islam. Terbukti Islam berkembang subur di Madinah ini.

Bagi penduduk Madinah pada umumnya, dengan adanya kesepakatan piagam Madinah, menciptakan suasana baru yang menghilangkan atau memperkecil pertentangan antar suku. Kebebasan beragama juga telah mendapatkan jaminan bagi semua golongan. Yang lebih ditekankan adalah kerjasama dan persamaan hak dan kewajiban semua golongan dalam kehidupan sosial politik di dalam mewujudkan pertahanan dan perdamaian.

Piagam Madinah ternyata mampu mengubah eksistensi orang-orang mukmin dan yang lainnya dari sekedar kumpulan manusia menjadi masyarakat politik, yaitu suatu masyarakat yang memiliki kedaulatan dan otoritas politik dalam wilayah Madinah sebagai tempat mereka hidup bersama, bekerjasama dalam kebaikan atas dasar kesadaran sosial mereka, yang bebas dari pengaruh dan penguasaan masyarakat lain dan mampu mewujudkan kehendak mereka sendiri.

Muhammad Jad Maula Bey, dalam bukunya “Muhammad al-Matsalul Kamil” menyimpulkan, bahwa di dalam waktu yang relatif pendek tersebut Nabi telah sukses menciptakan tiga pekerjaan besar, yaitu:
  • Membentuk suatu umat yang menjadi umat yang terbaik
  • Mendirikan suatu “negara” yang bernama Negara Islam; dan
  • Mengajarkan suatu agama, yaitu agama Islam.
 Agar stabilitas masyarakat dapat di wujudkan Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas yang di keluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin, dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan negeri dari serangan luar. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak di berikan pada beliau. Dalam bidang sosial, dia juga meletakan dasar persamaan antara sesama manusia. Perjanjian ini, dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut dengan konstitusi Madinah.
Mengenai kapan penyusunan naskah piagam atau perjanjian tertulis itu dilakukan oleh Nabi tidak pasti, mengenai waktu dan tanggalnya. Apakah waktu pertama hijriyah atau sebelum waktu perang Badar atau sesudahnya. Menurut Watt, para sejarah umumnya berpendapat bahwa piagam itu dibuat pada permulaan periode Madinah tahun pertama hijrah. Well Husen menetapkannya sebelum perang badar sedangkan Hurbert Grimne berpendapat bahwa piagam itu dibuat setelah perang badar. Dan masih banyak lagi orang yang berpendapat tentang kapan penyusunan piagam Madinah.
Isi piagam:
Ini adalah sebuah shahifah (piagam) dari Muhammad Rasulullah (yang mengatur hubungan) antara mu’min Quraisy dan Yatsrib (Madinah) dan orang-orang yang mengikuti, bergabung dan berjuang (jahadu) bersama-sama dengan mereka.
Dari Piagam Madinah, dapat diambil beberapa kesimpulan:
1.     Pertama, Asas kebebasan beragama. Negara mengakui dan melindungi setiap kelompok untuk beribadah menurut agamanya masing-masing.
2.     Kedua, Asas persamaan. Semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat, wajib saling membantu dan tidak boleh seorang pun diperlakukan secara buruk. Bahkan orang yang lemah harus dilindungi dan dibantu.
3.     Ketiga, Asas kebersamaan. Semua anggota masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara.
4.     Keempat, Asas keadilan. Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapa hukum. Hukum harus ditegakkan. Siapa pun yang melanggar harus terkena hukuman. Hak individu diakui.
5.     Kelima, Asas perdamaian yang berkeadilan.





















Dalam masa + 10 tahun berdakwah, Nabi Muhammad SAW baru dapat mengajak kurang dari 80 orang ke dalam ajaran Islam. Kesulitan nabi dalam berdakwah bila dilihat dalam ukuran kwantitatif tersebut disebabkan tantangan yang begitu hebat dari pemuka-pemuka masyarakat Mekkah. Namun dakwah Nabi mulai terdengar di kota Yasrib, sebuah agropolitan di sebelah utara Mekkah. Pada tahun 619 M telah datang 6 orang dari suku Chazraj ke Mekkah di musim haji. Mereka itulah yan mula-mula berkenalan dan mengenal Nabi. Pada tahun ke  11 dari Kenabian atau 620 M atau dua tahun sebelum hijrah, telah datang 10 orang dari Chazraj dan 2 orang dari suku Aus. Setelah mendapat keterangan yang makin  jelas, merekapun akhirnya mengikat suatu ba’iat  atau berjanji untuk  menerima 6 prinsip yang ditawarkan Nabi SAW yaitu: Pertama, mereka tidak lagi mempersekutukan Tuhan. Prinsip ini merupakan landasan yang paling pokok dalam ajaran Islam. Kedua, tidak mencuri dalam segala bentuknya. Janji ini merupakan landasan bagi keamanan bersama.
Ketiga, tidak berzina. Janji ini merupakan landasan bagi keutuhan kehidupan rumah tangga yang rukun dan baik. Keempat, tidak membunuh anak-anak perempuan. Selain kebiasaan keji ini memang harus dihentikan, menghilangkan kebiasaan ini berarti mengakui hak hidup perempuan dan menjamin kelangsungan generasi berikutnya. Kelima, tidak melakukan fitnah. Ini merupakan landasan pembinaan tata pergaulan yang menghindari konflik. Dan keenam, Tidak menolak perintah Allah dan Rasulnya, berarti menerima kepemimpinan Rasulullah SAW. Ba’iat di atas mempunyai arti penting, sebab konsekuensinya sangat luas. Tidak melakukan sesuatu lagi (enam point tsb di atas-pen) itu berdampak dalam mengubah seluruh agenda/cara/pandangan hidup, karena akan mengubah kebiasaan yang telah melembaga pada masyarakat yang jahiliyah (ignorance) oleh al Qur’an itu. Namun perubahan itu tidak berjalan sekaligus.
Agaknya masyarakat Badui memerlukan perundang-undangan yang mengikat perilaku mereka. Tetapi yang paling dibutuhkan adalah yang pertama-tama dapat mengikat mereka menjadi satu. Tanpa ikata itu, akan sulit bagi mereka untuk menempuh cara hidup baru. Pada tahun 622 H, Nabi SAW telah mencapai prestasi yang luar biasa dengan dicapainya kesepakatan bersama antara Nabi dan para pemimpin suku di Madinah, mencakup juga orang-orang Yahudi dan Nasrani. Perjanjian ini yang oleh para orientalis disebut sebagai ”Konstitusi Madinah”, karena memang merupakan Undang-Undang Dasar yang mengikat para individu untuk membentuk suatu masyarakat yang disebut al ummah. Inti sari perjanjian itu dapat dirumuskan dalam butir-butir sebagai berikut: 
1.       Mengaku menjadi warga suatu masyarakat (umat).2.       Bersetuju untuk menegakkan keadilan bagi semua.3.       Keputusan untuk perang dan damai dengan Masyarakat lain dimusyawarahkan  sebagai sikap bersama.4.       Perorangan tidak berhak untuk mengatasnamakan umat.5.       Menjamin kebebasan beragama.6.       Harta benda dan jiwa dilindungi oleh semua.7.       Menghadapi musuh luar secara bersama-sama.8.       Mentaati hukum bersama-sama.9.       Mengakui persamaan hak individu yang dilindungi.10.   Kaum muslim mempunyai hak perlindungan yang sama dengan kaum Yahudi.11.   Madinah adalah zona aman ang berdasarkan dan tunduk kepada undang-undang.12.   Bagi mereka yang berbuat salah atau melakukan kejahatan harus dinyatakan demikian lewat pengadilan.13.   Setiap orang diwajibkan untuk menjauhkan dari dari sikap khianat, mengacau, sewenang-wenang atau merusak tatanan umum. Pertikaian antar kabilah yang tidak selesai harus diserahkan kepada Muhammad SAW untuk menyelesaikan secara tuntas.
Dengan disepakati perjanjian seperti di atas, maka terbentuklah suatu umat atau masyarakat. Para orientalis menyebutnya sebagai Negara (State). Disini negara dan masyarakat merupakan dua sisi mata uang yang sama. Agaknya, demikianlah visi al Qur’an mengenai negara dan masyarakat. Walaupun rumusan perjanjian di atas tidak secara eksplisit dicantumkan dalam al Qur’an, karena bukan wahyu melainkan perjanjian yang dilakukan Rasulullah selaku pemimpin masyarakat, tetapi kita bisa mendapatkan dasar hukumnya dari al Qur’an. Bahkan al Qur’an menyempurnakan ketentuan-ketentuan hukum itu secara kuantiatif maupun kualitatif.
 Tindakan Rasulullah tersebut dikukuhkan dengan perintah Allah dalam al Qur’an agar Nabi membentuk suatu komunitas (Jama’ah) yang jelas visi dan misinya. Perintah itu terdapat dalam Surat Ali Imran  ayat 103 dan 104 yang berbunyi: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada (tali) hukum Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai. Dan ingatlah kamu akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (di zaman jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu, lalu menjadikanlah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan ketika kamu telah berada di tepi jurang neraka, maka Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya, agar kamu mendapat petunjuk.“Dan hendaklah ada di antara kamu sekelompok umat yang menyeru kepada kebajikan (al khair), menegakkan yang ma’ruf, dan mencegah segala yang munkar; merekalah yang akan mencapai kejayaan.”          Dua ayat itu berkaitan satu sama lain, dan tidak dapat dipisahkan. Yang pertama adalah perintah untuk membentuk kesatuan umat yang bersatu dibawah hukum Ilahi, sedangkan yang kedua ditafsirkan oleh Ibnu Khaldun sebagai sekelompok orang (orang perorang/organisasi/negara/pemerintahan) yang melaksanakan tugas amar ma’ruf dan nahi munkar.   Visi kemasyarakatan yang dapat ditarik dari ayat 103 adalah, Pertama, kesatuan umat yang harus menghindarkan diri dari perpecahan. Dalam kontek Sejarah Indonesia, visi ini diterjemahkan menjadi sila ketiga Pancasila, yaitu “Persatuan Indonesia”, Kedua, adalah adanya hukum yang disepakati sebagai pegangan hidup. Tanpa hukum, masyarakat tidak mempunyai “tali” pegangan untuk bergaul, baik diantara anggotanya sendiri, maupun dengan masyarakat lain.Misi dari Negara itu ada tiga, Pertama, adalah menegakkan nilai-nilai kebajikan umum. Kedua, mencapai tujuan-tujuan atau kepentingan-kepentingan tertentu dan menjalankan aturan-aturan yang dapat diterima oleh masyarakat (ma’ruf) untuk  mencapai tujuan . Dan Ketiga, mencegah terjadinya kemunkaran, seperti pertikaian, pembunuhan, perzinahan, pelacuran, pencurian dan segala macam kejahatan yang mendatangkan kerusakan dalam masyarakat.Dalam konteks zaman sekarang seperti yang digambarkan al Qur’an itu sering disebut sebagai civil society atau masyarakat madani. Secara singkat masyarakat madani itu adalah sebuah masyarakat yang hidup berdasarkan hukum dan norma-norma yang mengacu kepada keutaman (al khair).Hukum tersebut harus mampu menghantar masyarakat untuk menegakkan segala yang baik bagi masyarakat dan mencegah segela sesuatu yang dapat merusak tatanan masyarakat. Dalam konteks teoritis, masyarakat jahiliyah sebelum datangnya wahyu dapat disebut sebagai state of nature, yaitu suatu kumpulan individu yang belum  terhimpun (organized). Sesudah menerima wahyu dan “berpegang kepada tali Allah”, mereka telah menjelmakan diri sebagai masyarakat madani.
Setelah memahami uraian di atas timbul pertanyaan yang sedikit nakal dalam benak fikiran kita, Kemanakah arah perjuangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kita saat ini? Sudah tepatkah arah jarum  perjuangan dalam menegakkan kebajikan di negeri ini? Semoga artikel ini tidak hanya menjadi sampah yang tidak berguna, dan semoga dapat menjadi bahan renungan kita bersama untuk segera bangkit dari tidur kita yang sudah + 400 tahun sejak kita dijajah wong Londho. (Ibn S /Red & Admin/5/01/10).
















Piagam Madinah, Peraturan yang Memanusiakan Manusia

OPINI | 18 April 2011 | 16:59 Dibaca: 412   Komentar: 3   1 dari 2 Kompasianer menilai inspiratif
Jika Anda pernah membaca kisah nyata dari perjalanan seorang Nabi Muhammad SAW, Beliau adalah seorang utusan Allah yang diperintahkan untuk menyebarkan Islam ke semua manusia di muka bumi. Muhammad SAW dikenal sebagai orang yang mempunyai suri teladan yang baik, beliau adalah pemimpin negara panutan yang mampu membimbing rakyatnya ke jalan yang baik dan benar. Akhlaknya pun adalah Al-Quran karena semua tingkah lakunya berdasarkan Al-Quran. Ketika pada saat itu Islam didirikan di Madinah, Nabi Muhammad SAW membuat peraturan yang dikenal Piagam Madinah yang semuanya bukti peraturan yang tidak memandang kasta atau golongan apapun, Semua rakyatnya mempunyai hak yang sama, Baik kaum yahudi maupun kaum muslimin.
Berikut adalah Piagam Madinah versi bahasa Indonesia:
I. Mukaddimah
Dengan nama Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ini lah Piagam Tertulis dari Nabi Muhammad SAW di kalangan orang-orang yang beriman dan memeluk Islam (yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib, dan orang-orang yang mengikuti mereka, mempersatukan diri dan berjuang bersama mereka.”
II. Pembentukan Ummat
Pasal 1
Sesungguhnya mereka satu bangsa negara (ummat) dan bebas dari (pengaruh dan kekuasaan manusia.
III. Hak Asasi Manusia
Pasal 2
Kaum Muhajirin dari Quraisy tetap mempunyai hak asli mereka, saling menanggung, membayar, dan menerima uang tebusan darah (diyat) sebagai kompensasi hukuman pembunuhan, dengan cara yang baik dan adil di antara orang-orang yang beriman.
Pasal 3
1) Bani ‘Auf (dari Yatsrib) tetap mempunyai hak asli mereka dan saling menanggung uang tebusan darah (diyat).
2) Setiap kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil antara orang-orang beriman.
Pasal 4
1) Bani Sa’idah (dari Yatsrib) tetap atas hak asli mereka, saling menanggung uang tebusan mereka.
2) Setiap kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil antara orang-orang yang beriman.
Pasal 5
1) Bani al-Harits (dari suku Yatsrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling menanggung uang tebusan mereka.
2) Setiap kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil antara orang-orang beriman.
Pasal 6
1) Bani Jusyam (dari suku Yatsrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling menanggung uang tebusan mereka.
2) Setiap kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil antara orang-orang beriman.
Pasal 7
1) Bani Najjar ( dari suku Yatsrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling menanggung uang tebusan mereka.
2) Setiap kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil antara orang-orang beriman.
Pasal 8
1) Bani ‘Amr (dari suku Yatsrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling menanggung uang tebusan mereka.
2) Setiap kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil antara orang-orang beriman.
Pasal 9
1) Bani An-Nabit (dari suku Yatsrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling menanggung uang tebusan mereka.
2) Setiap kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil antara orang-orang beriman.
Pasal 10
1) Bani ‘Auz (dari suku Yatsrib) berpegang atas hak-hak asli mereka, saling menanggung uang tebusan mereka.
2) Setiap kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil antara orang-orang beriman.
IV. Persatuan Seagama
Pasal 11
Sesungguhnya orang-orang beriman tidak akan meninggalkan tanggung-jawabnya dalam membantu orang-orang yang berhutang, yaitu membayar uang tebusan darah dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 12
Orang-orang yang beriman dilarang membuat persekutuan dengan orang-orang beriman lainnya tanpa persetujuan dari kelompoknya sendiri.
Pasal 13
1) Seluruh orang-orang yang beriman dan bertaqwa harus menentang setiap orang yang melakukan kesalahan, melanggar ketertiban, melakukan penipuan, membuat permusuhan atau pengacauan di kalangan masyarakat orang-orang yang beriman.
2) Kebulatan persatuan orang-orang beriman dalam menghadapi orang-orang yang bersalah merupakan keputusan bersama, walau pun hal tersebut terhadap anak-anak mereka sendiri.
Pasal 14
1) Orang yang beriman dilarang melakukan pembunuhan atas orang lain yang tidak beriman.
2) Dan juga dilarang membantu orang-orang kafir yang melakukan penyerangan pada orang-orang yang beriman lainnya.
Pasal 15
1) Jaminan Tuhan adalah untuk semua dan merata, melindungi nasib orang-orang lemah.
2) Seluruh orang-orang beriman harus saling menjamin dan bahu-membahu antara sesama mereka dari (gangguan) pihak lain.
V. Persatuan Segenap Warga Negara
Pasal 16
Bahwa sesungguhnya bangsa Yahudi yang setia kepada (negara) kita, berhak mendapatkan bantuan dan perlindungan, tidak boleh dikurangi haknya dan tidak boleh diasingkan dari pergaulan umum.
Pasal 17
1) Perdamaian yang dilakukan orang-orang beriman adalah satu dan atas nama semuanya.
2) Tidak diperkenankan kelompok orang-orang yang beriman membuat perjanjian tanpa melibatkan kelompok beriman lainnya di dalam suatu peperangan yang dilakukan di jalan Tuhan atas dasar persamaan dan keadilan  antara mereka.
Pasal 18
Setiap serangan yang ditujukan kepada kita merupakan tantangan kepada semua orang-orang yang beriman yang harus memperkokoh persatuannya antar semua kelompok.
Pasal 19
1) Seluruh orang-orang yang beriman harus memberikan pembelaan atas tiap-tiap darah yang tertumpah di jalan Tuhan.
2) Setiap orang beriman yang bertaqwa harus berteguh hati ats jalan yang baik dan kuat.
Pasal 20
1) Perlindungan yang diberikan oleh seorang yang tidak beriman (musyrik) terhadap harta dan jiwa seorang musuh Quraisy tidaklah diakui.
2) Campur tangan apapun tidaklah diijinkan atas kerugian yang diderita oleh orang-orang yang beriman.
Pasal 21
1) Barangsiapa yang membunuh seorang yang beriman dengan cukup bukti atas perbuatannya harus dihukum bunuh atasnya, kecuali kalau wali (keluarga yang berhak) dari si terbunuh bersedia dan rela menerima ganti kerugian (diyat).
2) Seluruh warga yang beriman harus bulat bersatu mengutuk perbuatan itu, dan tidak diijinkanselain daripada menghukum kejahatan itu.
Pasal 22
1) Tidak dibenarkan bagi setiap orang yang mengakui piagam ini dan percaya kepada Tuhan dan hari akhir untuk membantu orang-orang yang salah dan memberikan perlindungan baginya.
2) Siapa yang memberikan bantuan atau memberikan tempat tinggal bagi pengkhianat-pengkhianat negara atau orang-orang yang salah, akan mendapatkan kutukan dan kemurkaan Tuhan di hari kiamat nanti, dan tidak diterima segala pengakuan dan kesaksiannya.
Pasal 23
Apabila timbul perbedaan pendapat di antara kamu dalam suatu masalah, maka kembalikanlah penyelesaiannya pada (hukum) Allah dan (keputusan) rasul-Nya, Muhammad SAW.
VI. Golongan Minoritas
Pasal 24
Warga negara (dari golongan) Yahudi memikul biaya bersama-sama dengan orang-orang yang beriman selama negara dalam peperangan.
Pasal 25
1) Kaum Yahudi dari suku ‘Auf adalah satu bangsa (ummat) dengan warga yang beriman.
2) Kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka sebagaimana kaum Muslimin bebas memeluk agamanya.
3) Kebebasan ini berlaku juga terhadap pengikut-pengikut/sekutu-sekutu mereka, dan diri mereka sendiri.
4) Kecuali kalau ada yang mengacau dan berbuat kejahatan, yang menimpa diri orang yang bersangkutan dan keluarganya.
Pasal 26
Kaum Yahudi dari Bani Najjar diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Bani ‘Auf di atas.
Pasal 27
Kaum Yahudi dari Bani Harits diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Bani ‘Auf diatas.
Pasal 28
Kaum Yahudi dari Bani Sa’idah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Bani ‘Auf diatas.
Pasal 29
Kaum Yahudi dari Bani Jusyam diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Bani ‘Auf diatas.
Pasal 30
Kaum Yahudi dari Bani Auz diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Bani ‘Auf di atas.
Pasal 31
1) Kaum Yahudi dari Bani Tsa’labah, diperlakukan sama seperti kaum yahudi dari Bani ‘Auf di atas.
2) Kecuali orang yang mengacau atau berbuat kejahatan, maka ganjaran dari pengacauan dan kejahatannya itu menimpa dirinya dan keluarganya.
Pasal 32
Suku Jafnah yang mempunyai hubungan darah dengan kaum Yahudi dari Bani Tsa’labah, diperlakukan sama seperti Bani Tsa’labah.
Pasal 33
1) Bani Syuthaibah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Bani ‘Auf di atas.
2) Sikap yang baik harus dapat membendung segala penyelewengan.
Pasal 34
Pengikut-pengikut atau sekutu-sekutu dari Bani Tsa’labah, diperlakukan sama seperti Bani Tsa’labah.
Pasal 35
Setiap pegawai dan pembela kaum Yahudi, diperlakukan sama seperti kaum Yahudi.
VII. Tugas Warga Negara
Pasal 36
1) Tidak seorang pun diperbolehkan bertindak melanggar aturan ini tanpa seizin Muhammad SAW.
2) Seorang warga negara dapat  melakukan qishash luka yang dilakukan orang lain kepadanya.
3) Siapa yang berbuat kejahatan, maka ganjaran kejahatan itu menimpa dirinya dan keluarganya, kecuali untuk membela diri.
4) Tuhan melindungi akan orang-orang yang setia kepada piagam ini.
Pasal 37
1) Kaum Yahudi memikul biaya negara, sebagai halnya kaum Muslimin memikul biaya negara.
2) Di antara seluruh warga negara ( Yahudi dan Muslimin) terikat perjanjian pembelaan untuk menentang setiap musuh negara yang memerangi setiap peserta dari piagam ini.
3) Di antara mereka harus terdapat saling nasihat-menasihati dan berbuat kebajikan, dan menjauhi segala dosa.
4) Seorang warga negara tidaklah dianggap bersalah, karena kesalahan yang dibuat sahabat/sekutunya.
5) Pertolongan, pembelaan, dan bantuan harus diberikan kepada orang/golongan yang teraniaya.
Pasal 38
Warga negara kaum Yahudi memikul biaya bersama-sama warga negara yang beriman, selama peperangan berlangsung.
VII. Melindungi Negara
Pasal 39
Sesungguhnya kota Yatsrib; Ibukota Negara tidak boleh dilanggar kehormatannya oleh setiap pihak yang disebutkan dalam piagam ini.
Pasal 40
Setiap tetangga rumah harus diperlakukan seperti diri-sendiri, dan tidak boleh mengganggu ketenteramnnya dan menzaliminya.
Pasal 41
Setiap tetangga wanita tidak boleh diganggu ketentraman dan kehormatan dan tidak melakukan kunjungan kecuali harus atas izin suaminya.
IX. Pimpinan Negara
Pasal 42
1) Dilarang menimbulkan masalah dan pertengkaran antar sesama anggota yang menyepakati piagam. Dan apabila hal tersebut terjadi maka harus segera dilaporkan dan diselesaikan berdasarkan hukum Allah dan rasul-Nya.
2) Tuhan berpegang teguh kepada piagam ini dan orang-orang yang setia kepadanya.
Pasal 43
Sesungguhnya (musuh) Quraisy tidak boleh dilindungi, begitu juga segala orang yang membantu mereka.
Pasal 44
Di kalangan warga negara sudah terikat janji pertahanan bersama untuk menentang setiap agresor yang menyergap kota Yatsrib.
X. Politik Perdamaian
1) Apabila mereka diajak melakukan perdamaian dan membuat perjanjian damai (treaty), maka mereka harus siap dan bersedia untuk berdamai dan melakukan perjanjian damai.
2) Setiap kali ajakan perdamaian seperti demikian, sesungguhnya kaum yang beriman harus melakukannya, kecuali terhadap orang (negara) yang menunjukkan permusuhan terhadap agama (Islam).
3) Kewajiban atas setiap warga negara mengambil bagian dari pihak mereka untuk perdamaian itu.
Pasal 46
1) Dan sesungguhnya kaum Yahudi dan Auz dan segala sekutu dan simpatisan mereka, mempunyai kewajiban yang sama dengan segala peserta piagam untuk kebaikan (perdamaian) itu.
2) Sesungguhnya kebaikan (perdamaian) dapat menghilangkan segala kesalahan.
XI. Penutup
Pasal 47
1) Setiap warga negara yang melakukan usaha, maka semua semua menjadi miliknya.
2) Sesungguhnya Tuhan merestui semua peserta piagam ini, yang telah berlaku jujur dan baik.
3) Sesungguhnya tidaklah boleh piagam ini dipergunakan untuk melindungi orang-orang yang dhalim dan bersalah.
4) Sesungguhnya (mulai saat ini), orang-orang yang bepergian (keluar), adalah aman.
5) dan orang yang menetap adalah aman pula, kecuali orang-orang yang dhalim dan berbuat salah.
6) Sesungguhnya Tuhan melindungi orang (warga negara) yang bai dan bersikap taqwa (waspada)
7) Dan (akhirnya) Muhammad adalah Utusan Allah, semoga Tuhan mencurahkan shalawat dan kesejahteraan atasnya.
Itu adalah Piagam Madinah yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW sang negarawan yang mempunyai suri teladan yang baik.
Sumber; Syafii Antonio, Muhammad.2007. Muhammad SAW: The Super Leader Super Manager. Jakarta

0 comments:

Post a Comment