Piagam Madinah (Bahasa Arab: shahifatul
madinah) juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad
SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara
dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yathrib (kemudian
bernama Madinah)
di tahun 622.Dokumen tersebut disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan utama
untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani 'Aus dan Bani Khazraj di
Madinah. Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak dan
kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi,
dan komunitas-komunitas pagan Madinah; sehingga membuat mereka menjadi suatu
kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut ummah.
Sebagaimana sudah diketahui, Islam tidak dapat
dipisahkan dari politik. Batas antara ajaran Islam dengan
persoalan politik sangat tipis. Sebab ajaran Islam mengatur berbagai aspek
kehidupan manusia, termasuk persoalan politik dan masalah ketatanegaraan.
Peristiwa hijrah Nabi ke Yatsrib merupakan permulaan berdirinya pranata sosial
politik dalam sejarah perkembangan Islam. Kedudukan Nabi di Yatsrib bukan saja
sebagai pemimpin agama, tetapi juga kepala negara dan pemimpin pemerintahan.
Kota Yatsrib dihuni oleh masyarakat yang multi etnis dengan keyakinan agama
yang beragam. Peta sosiologis masyarakat Madinah itu secara garis besarnya
terdiri atas :
- Orang-orang muhajirin, kaum muslimin yang hijrah dari Makkah ke Madinah.
- Kaum Anshar, yaitu orang-orang Islam pribumi Madinah.
- Orang-orang Yahudi yang secara garis besarnya terdiri atas beberapa kelompok suku seperti : Bani Qainuna, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah.
- Pemeluk “tradisi nenek moyang”, yaitu penganut paganisme atau penyembah berhala.
Pluralitas masyarakat Madinah tersebut tidak luput dari pengamatan Nabi. Beliau menyadari, tanpa adanya acuan bersama yang
mengatur pola hidup masyarakat yang majemuk itu, konflik-konflik di antara
berbagai golongan itu akan menjadi konflik terbuka dan pada suatu saat akan
mengancam persatuan dan kesatuan kota Madinah. Hijrah Nabi ke Yatsrib
disebabkan adanya permintaan para sesepuh Yatsrib dengan tujuan supaya Nabi
dapat menyatukan masyarakat yang berselisih dan menjadi pemimpin yang diterima
oleh semua golongan. Piagam ini disusun pada saat Beliau menjadi pemimpin
pemerintahan di kota Madinah.
Sejarah Terbentuknya Piagam Madinah
Piagam Madinah disepakati tidak lama sesudah umat muslim pindah ke
Yatsrib yang waktu itu masih tinggi rasa kesukuannya. Oleh karena itu ada
baiknya kita mengetahui motif apa yang menjadi latar belakang hijrahnya umat
Muslim Mekkah ke Madinah yang waktu itu masih bernama Yatsrib. Hal ini penting
untuk kita mengetahui mengapa agama Islam yang lahir di Mekkah itu justru malah
kemudian dapat berkembang subur di Madinah. Dan kemudian mendapat kedudukan
yang kuat setelah adanya persetujuan Piagam
Madinah.
Dakwah Nabi di Mekkah dapat dikatakan kurang berhasil.
Sampai kepada tahun kesepuluh kenabian baru sedikit orang yang menyatakan diri
masuk Islam. Bahkan ada beberapa diantaranya yang memeluk agama Islam dengan
sepenuh hati mereka.
Sebelum Nabi melaksanakan hijrah, Beliau banyak mendapat ancaman dari kafir Quraisy. Tidak hanya gangguan psikis yang Beliau alami, tapi juga diancam secara fisik. Bahkan beberapa kali diancam untuk dibunuh. Tapi Nabi selalu sabar dalam menghadapi gangguan-gangguan tersebut. Dasar yang dipakai Nabi dalam menghadapi gangguan kaum kafir Quraisy tersebut adalah surat Fushshilat ayat 34, yang berbunyi :
Kota Yatsrib mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Nabi. Bukan saja karena Makkah dan Yatsrib sama-sama berada di propinsi Hijaz, tetapi juga beberapa faktor lain yang ikut menentukan, yaitu :
- Abdul Muthalib, kakek Nabi lahir dan dibesarkan di Madinah ini sebelum akhirnya menetap di Makkah. Apalagi hubungan kakek dan cucu ini sangat erat dan penuh kasih sayang. Maka hubungan kakek nabi yang erat dengan Madinah juga membawa bekasnya pada diri Nabi.
- Ayah Rasulullah, Abdullah ibn Abdul Muthalib wafat dan dimakamkan di Madinah. Nabi pernah ziarah ke sana bersama ibundanya. Ibunda Nabi wafat dalam perjalanan pulang dari ziarah tersebut. Dengan demikian Madinah bukan tempat yang asing bagi Nabi. Setidak-tidaknya Nabi pernah berhubungan dengan kota atau penduduk kota tersebut.
- Penduduk Madinah dari suku Arab bani Nadjar punya hubungan kekerabatan dengan Nabi. Kedatangan Nabi di Madinah disambut layaknya kerabat yang datang dari jauh, bukan orang asing.
- Sebagian besar penduduk kota Yatsrib punya mata pencaharian sebagai petani, di samping itu iklim di sana lebih menyenangkan dari pada kota Makkah. Untuk itu dapat dimaklumi bila penduduknya lebih ramah dibandingkan penduduk kota Makkah.
- Selain berbagai faktor di atas, juga khabar akan datangnya Rasul akhir jaman sudah di dengar orang-orang Yatsrib dari orang-orang Yahudi d Yatsrib. Mereka mengharap-harap dan menunggu-nunggu untuk mendapat kehormatan membantu agama ini.
Demikian beberapa faktor yang dapat kami kemukakan yang membantu
diterimanya Nabi di Madinah dan mengapa Nabi memilih kota Yatsrib atau Madinah
sebagai kota tempat tujuan Hijrahya, selain itu juga merupakan petunjuk Allah
yang memberi jalan bagi terbukanya syiar agama Islam.
Sejak Nabi hijrah ke Madinah dan sesudah menetap di sana dan setelah masjid dan rumah beliau siap didirikan, tidak lain yang menjadi fikirannya adalah menyiarkan agama Islam, sebagai tujuan utama beliau.
Sebagai seorang pemimpin, maka beliau merasa punya tanggung jawab besar terhadap diri dan pengikutnya. Beliau tidak saja harus giat menyiarkan agama Islam, tetapi juga sebagai seorang pemimpin tidak boleh membiarkan musuh-musuh dari dalam dan dari luar mengganggu kehidupan masyarakat muslim. Pada tahap ini beliau menghadapi tiga kesulitan utama :
- Bahaya dari kalangan Quraisy dan kaum Musyrik lainnya di Jazirah Arab.
- Kaum Yahudi yang tinggal di dalam dan di luar kota dan memiliki kekayaan dan sumberdaya yang amat besar.
- Perbedaan di antara sesama pendukungnya sendiri karena perbedaan lingkungan hidup mereka.
Dan karena perbedaan lingkungan hidup, maka kaum
muslimin Anshar dan Muhajirin mempunyai latar belakang kultur dan pemikiran
yang sangat berbeda. Hal ini masih di tambah lagi dengan permusuhan sengit yang
telah terjadi selama 120 tahun lebih antara dua suku Anshar, yaitu Bani Aus dan
Bani Khazraj. Sangat sulit bagi Nabi mengambil jalan tengah untuk mempersatukan
mereka dalam kehidupan religius dan politik secara damai.
Tetapi akhirnya Nabi dapat mengatasi masalah tersebut
secara damai dengan cara yang amat bijaksana. Mengenai masalah yang pertama dan
kedua, beliau berhasil mengikat penduduk Madinah dalam suatu perjanjian yang
saling menguntungkan yang akan di bahas nanti. Sedangkan untuk mengatasi
masalah yang ketiga beliau berhasil memecahkannya dengan jalan keluar yang amat
bijak dan sangat jenius.
Untuk mengatasi adanya perbedaan di antara kaum
muslimin, maka Nabi mempersaudarakan di antara mereka layaknya saudara
kandungan yang saling pusaka mempusakai. Jika salah satu dari kedua bersaudara
yang baru dipersatukan tersebut wafat, maka saudara angkatnya berhak atas
seperenam harta warisannya. Perlu diketahui hukum waris sebagaimana kita kenal
sekarang belum berlaku saat itu.
Selama beberapa minggu di Madinah, Rasul menelaah
situasi kota Madinah dengan mempelajari keadaan politik, ekonomi, sosial dan
sebagainya. Beliau berusaha mencari jalan bagaimana agar penduduk asli dan kaum
muhajirin dapat hidup berdampingan dengan aman. Untuk mengatasi kesulitan yang
pertama dan kedua Nabi Muhammad membuat suatu perjanjian dengan penduduk
Madinah baik Muslimin, Yahudi ataupun musyrikin.
Dalam perjanjian itu ditetapkan tugas dan kewajiban
Kaum Yahudi dan Musyrikin Madinah terhadap Daulah Islamiyah di samping mengakui
kebebasan mereka beragama dan memiliki harta kekayaannya. Dokumen politik,
ekonomi, sosial dan militer bagi segenap penduduk Madinah, baik Muslimin,
Musyrikin, maupun Yahudinya. Secara garis besar perjanjian itu memuat isi
sebagai berikut :
a. Bidang ekonomi dan sosial
Keharusan orang kaya membantu dan membayar utang orang miskin, kewajiban memelihara kehormatan jiwa dan harta bagi segenap penduduk, mengakui kebebasan beragama dan melahirkan pendapat, menyatakan kepastian pelaksanaan hukum bagi siapa saja yang bersalah, dan tidak ada perbedaan antara siapapun di depan pengadilan.
b. Bidang militer
Antara lain menggariskan kepemimpinan Muhammad bagi segenap penduduk Madinah, baik Muslimin, Yahudi ataupun Musyrikin, segala urusan berada di dalam kekuasaannya. Beliaulah yang menyelesaikan segala perselisihan antara warga negara. Dengan demikian jadilah beliau sebagai Qaaid Aam (panglima tertinggi) di Madinah. Keharusan bergotong royong melawan musuh sehingga bangsa Madinah merupakan satu barisan menuju tujuan.
Arti Penting Piagam Madinah
Adapun Piagam Madinah itu mempunyai arti
tersendiri bagi semua penduduk Madinah dari masing-masing golongan yang
berbeda. Bagi Nabi Muhammad, maka Ia diakui sebagai pemimpin yang mempunyai
kekuasaan politis. Bila terjadi sengketa di antara penduduk Madinah maka
keputusannya harus dikembalikan kepada keputusan Allah dan kebijaksanaan
Rasul-Nya. Pasal ini menetapkan wewenang pada Nabi untuk menengahi dan
memutuskan segala perbedaan pendapat dan permusuhan yang timbul di antara
mereka.
Hal ini sesungguhnya telah lama diharapkan penduduk
Madinah, khususnya golongan Arab, sehingga kedatangan Nabi dapat mereka terima.
Harapan ini tercermin di dalam Baitul Aqabah I dan II yang mengakui Muhammad
sebagai pemimpin mereka dan mengharapkan peranannya di dalam mempersatukan
Madinah.
Sedangkan bagi umat Islam, khususnya kaum Muhajirin, Piagam
Madinah semakin memantapkan kedudukan mereka. Bersatunya penduduk Madinah
di dalam suatu kesatuan politik membuat keamanan mereka lebih terjamin dari
gangguan kaum kafir Quraisy. Suasana yang lebih aman membuat mereka lebih
berkonsentrasi untuk mendakwahkan Islam. Terbukti Islam berkembang subur di
Madinah ini.
Bagi penduduk Madinah pada umumnya, dengan adanya
kesepakatan piagam Madinah, menciptakan suasana baru yang
menghilangkan atau memperkecil pertentangan antar suku. Kebebasan beragama juga
telah mendapatkan jaminan bagi semua golongan. Yang lebih ditekankan adalah
kerjasama dan persamaan hak dan kewajiban semua golongan dalam kehidupan sosial
politik di dalam mewujudkan pertahanan dan perdamaian.
Piagam
Madinah ternyata
mampu mengubah eksistensi orang-orang mukmin dan yang lainnya dari sekedar
kumpulan manusia menjadi masyarakat politik, yaitu suatu masyarakat yang
memiliki kedaulatan dan otoritas politik dalam wilayah Madinah sebagai tempat
mereka hidup bersama, bekerjasama dalam kebaikan atas dasar kesadaran sosial
mereka, yang bebas dari pengaruh dan penguasaan masyarakat lain dan mampu
mewujudkan kehendak mereka sendiri.
Muhammad Jad Maula Bey, dalam bukunya “Muhammad al-Matsalul Kamil” menyimpulkan, bahwa di dalam waktu yang relatif pendek tersebut Nabi telah sukses menciptakan tiga pekerjaan besar, yaitu:
- Membentuk suatu umat yang menjadi umat yang terbaik
- Mendirikan suatu “negara” yang bernama Negara Islam; dan
- Mengajarkan suatu agama, yaitu agama Islam.
Agar stabilitas masyarakat dapat di wujudkan
Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan Yahudi dan orang-orang Arab
yang masih menganut agama nenek moyang. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan
beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas yang di keluarkan. Setiap
golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan.
Kemerdekaan beragama dijamin, dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban
mempertahankan negeri dari serangan luar. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa
Rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena menyangkut peraturan dan tata
tertib umum, otoritas mutlak di berikan pada beliau. Dalam bidang sosial, dia
juga meletakan dasar persamaan antara sesama manusia. Perjanjian ini, dalam
pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut dengan konstitusi Madinah.
Mengenai kapan
penyusunan naskah piagam atau perjanjian tertulis itu dilakukan oleh Nabi tidak
pasti, mengenai waktu dan tanggalnya. Apakah waktu pertama hijriyah atau
sebelum waktu perang Badar atau sesudahnya. Menurut Watt, para sejarah umumnya
berpendapat bahwa piagam itu dibuat pada permulaan periode Madinah tahun
pertama hijrah. Well Husen menetapkannya sebelum perang badar sedangkan Hurbert
Grimne berpendapat bahwa piagam itu dibuat setelah perang badar. Dan masih
banyak lagi orang yang berpendapat tentang kapan penyusunan piagam Madinah.
Isi piagam:
Ini adalah sebuah shahifah (piagam)
dari Muhammad Rasulullah (yang mengatur hubungan) antara mu’min Quraisy dan
Yatsrib (Madinah) dan orang-orang yang mengikuti, bergabung dan berjuang
(jahadu) bersama-sama dengan mereka.
Dari Piagam Madinah, dapat diambil
beberapa kesimpulan:
1.
Pertama, Asas kebebasan
beragama. Negara mengakui dan melindungi setiap kelompok untuk beribadah
menurut agamanya masing-masing.
2.
Kedua, Asas persamaan.
Semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat, wajib
saling membantu dan tidak boleh seorang pun diperlakukan secara buruk. Bahkan
orang yang lemah harus dilindungi dan dibantu.
3.
Ketiga, Asas kebersamaan.
Semua anggota masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara.
4.
Keempat, Asas keadilan.
Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapa hukum. Hukum harus
ditegakkan. Siapa pun yang melanggar harus terkena hukuman. Hak individu
diakui.
5.
Kelima, Asas perdamaian
yang berkeadilan.
Dalam masa +
10 tahun berdakwah, Nabi Muhammad SAW baru dapat mengajak kurang dari 80 orang
ke dalam ajaran Islam. Kesulitan nabi dalam berdakwah bila dilihat dalam ukuran
kwantitatif tersebut disebabkan tantangan yang begitu hebat dari pemuka-pemuka
masyarakat Mekkah. Namun dakwah Nabi mulai terdengar di kota Yasrib, sebuah
agropolitan di sebelah utara Mekkah. Pada tahun 619 M telah datang 6 orang dari
suku Chazraj ke Mekkah di musim haji. Mereka itulah yan mula-mula berkenalan
dan mengenal Nabi. Pada tahun ke 11 dari Kenabian atau 620 M atau dua
tahun sebelum hijrah, telah datang 10 orang dari Chazraj dan 2 orang dari suku
Aus. Setelah mendapat keterangan yang makin jelas, merekapun akhirnya
mengikat suatu ba’iat atau berjanji untuk menerima 6 prinsip
yang ditawarkan Nabi SAW yaitu: Pertama, mereka tidak lagi
mempersekutukan Tuhan. Prinsip ini merupakan landasan yang paling pokok dalam
ajaran Islam. Kedua, tidak mencuri dalam segala bentuknya. Janji
ini merupakan landasan bagi keamanan bersama.
Ketiga, tidak berzina. Janji ini merupakan landasan bagi
keutuhan kehidupan rumah tangga yang rukun dan baik. Keempat,
tidak membunuh anak-anak perempuan. Selain kebiasaan keji ini memang harus
dihentikan, menghilangkan kebiasaan ini berarti mengakui hak hidup perempuan
dan menjamin kelangsungan generasi berikutnya. Kelima, tidak
melakukan fitnah. Ini merupakan landasan pembinaan tata pergaulan yang
menghindari konflik. Dan keenam, Tidak menolak perintah Allah dan
Rasulnya, berarti menerima kepemimpinan Rasulullah SAW. Ba’iat di atas
mempunyai arti penting, sebab konsekuensinya sangat luas. Tidak melakukan
sesuatu lagi (enam point tsb di atas-pen) itu berdampak dalam mengubah seluruh
agenda/cara/pandangan hidup, karena akan mengubah kebiasaan yang telah
melembaga pada masyarakat yang jahiliyah (ignorance) oleh al Qur’an itu.
Namun perubahan itu tidak berjalan sekaligus.
Agaknya
masyarakat Badui memerlukan perundang-undangan yang mengikat perilaku mereka.
Tetapi yang paling dibutuhkan adalah yang pertama-tama dapat mengikat mereka
menjadi satu. Tanpa ikata itu, akan sulit bagi mereka untuk menempuh cara hidup
baru. Pada tahun 622 H, Nabi SAW telah mencapai prestasi yang luar biasa
dengan dicapainya kesepakatan bersama antara Nabi dan para pemimpin suku di
Madinah, mencakup juga orang-orang Yahudi dan Nasrani. Perjanjian ini yang oleh
para orientalis disebut sebagai ”Konstitusi Madinah”, karena memang
merupakan Undang-Undang Dasar yang mengikat para individu untuk membentuk suatu
masyarakat yang disebut al ummah. Inti sari perjanjian itu dapat dirumuskan
dalam butir-butir sebagai berikut:
1.
Mengaku menjadi warga suatu
masyarakat (umat).2. Bersetuju untuk menegakkan keadilan bagi semua.3.
Keputusan untuk perang dan damai
dengan Masyarakat lain dimusyawarahkan sebagai sikap bersama.4.
Perorangan tidak berhak untuk
mengatasnamakan umat.5. Menjamin kebebasan beragama.6. Harta benda dan jiwa dilindungi oleh semua.7.
Menghadapi musuh luar secara
bersama-sama.8.
Mentaati hukum bersama-sama.9.
Mengakui persamaan hak individu yang
dilindungi.10.
Kaum muslim mempunyai hak perlindungan
yang sama dengan kaum Yahudi.11. Madinah adalah zona aman ang berdasarkan dan tunduk kepada
undang-undang.12.
Bagi mereka yang berbuat salah atau
melakukan kejahatan harus dinyatakan demikian lewat pengadilan.13. Setiap orang diwajibkan untuk menjauhkan dari dari
sikap khianat, mengacau, sewenang-wenang atau merusak tatanan umum. Pertikaian
antar kabilah yang tidak selesai harus diserahkan kepada Muhammad SAW untuk
menyelesaikan secara tuntas.
Dengan disepakati perjanjian seperti di atas, maka terbentuklah suatu umat
atau masyarakat. Para orientalis menyebutnya sebagai Negara (State).
Disini negara dan masyarakat merupakan dua sisi mata uang yang sama. Agaknya,
demikianlah visi al Qur’an mengenai negara dan masyarakat. Walaupun rumusan
perjanjian di atas tidak secara eksplisit dicantumkan dalam al Qur’an, karena
bukan wahyu melainkan perjanjian yang dilakukan Rasulullah selaku pemimpin
masyarakat, tetapi kita bisa mendapatkan dasar hukumnya dari al Qur’an. Bahkan
al Qur’an menyempurnakan ketentuan-ketentuan hukum itu secara kuantiatif maupun
kualitatif.
Tindakan Rasulullah tersebut dikukuhkan dengan perintah Allah dalam
al Qur’an agar Nabi membentuk suatu komunitas (Jama’ah) yang jelas visi dan
misinya. Perintah itu terdapat dalam Surat Ali Imran ayat 103 dan 104
yang berbunyi: “Dan berpeganglah kamu
semuanya kepada (tali) hukum Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai. Dan
ingatlah kamu akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (di zaman
jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu, lalu
menjadikanlah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan ketika
kamu telah berada di tepi jurang neraka, maka Allah menyelamatkan kamu
daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya, agar kamu mendapat
petunjuk.“Dan hendaklah ada di antara kamu sekelompok umat yang menyeru kepada
kebajikan (al khair), menegakkan yang ma’ruf, dan mencegah segala yang munkar;
merekalah yang akan mencapai kejayaan.” Dua
ayat itu berkaitan satu sama lain, dan tidak dapat dipisahkan. Yang pertama
adalah perintah untuk membentuk kesatuan umat yang bersatu dibawah hukum Ilahi,
sedangkan yang kedua ditafsirkan oleh Ibnu Khaldun sebagai sekelompok orang
(orang perorang/organisasi/negara/pemerintahan) yang melaksanakan tugas amar
ma’ruf dan nahi munkar. Visi kemasyarakatan yang dapat ditarik dari
ayat 103 adalah, Pertama, kesatuan umat yang harus menghindarkan
diri dari perpecahan. Dalam kontek Sejarah Indonesia, visi ini diterjemahkan
menjadi sila ketiga Pancasila, yaitu “Persatuan Indonesia”, Kedua,
adalah adanya hukum yang disepakati sebagai pegangan hidup. Tanpa hukum,
masyarakat tidak mempunyai “tali” pegangan untuk bergaul, baik diantara
anggotanya sendiri, maupun dengan masyarakat lain.Misi dari Negara itu ada
tiga, Pertama, adalah menegakkan nilai-nilai kebajikan umum. Kedua,
mencapai tujuan-tujuan atau kepentingan-kepentingan tertentu dan menjalankan
aturan-aturan yang dapat diterima oleh masyarakat (ma’ruf) untuk mencapai
tujuan . Dan Ketiga, mencegah terjadinya kemunkaran, seperti
pertikaian, pembunuhan, perzinahan, pelacuran, pencurian dan segala macam
kejahatan yang mendatangkan kerusakan dalam masyarakat.Dalam konteks zaman
sekarang seperti yang digambarkan al Qur’an itu sering disebut sebagai civil
society atau masyarakat madani. Secara singkat masyarakat madani
itu adalah sebuah masyarakat yang hidup berdasarkan hukum dan norma-norma yang
mengacu kepada keutaman (al khair).Hukum tersebut harus mampu menghantar masyarakat
untuk menegakkan segala yang baik bagi masyarakat dan mencegah segela sesuatu
yang dapat merusak tatanan masyarakat. Dalam konteks teoritis, masyarakat
jahiliyah sebelum datangnya wahyu dapat disebut sebagai state of nature,
yaitu suatu kumpulan individu yang belum terhimpun (organized).
Sesudah menerima wahyu dan “berpegang kepada tali Allah”, mereka telah
menjelmakan diri sebagai masyarakat madani.
Setelah
memahami uraian di atas timbul pertanyaan yang sedikit nakal dalam benak
fikiran kita, Kemanakah arah perjuangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara kita saat ini? Sudah tepatkah arah jarum perjuangan dalam
menegakkan kebajikan di negeri ini? Semoga artikel ini tidak hanya menjadi
sampah yang tidak berguna, dan semoga dapat menjadi bahan renungan kita bersama
untuk segera bangkit dari tidur kita yang sudah + 400 tahun sejak kita
dijajah wong Londho. (Ibn S /Red & Admin/5/01/10).
Piagam Madinah, Peraturan yang
Memanusiakan Manusia
Jika Anda
pernah membaca kisah nyata dari perjalanan seorang Nabi Muhammad SAW, Beliau
adalah seorang utusan Allah yang diperintahkan untuk menyebarkan Islam ke semua
manusia di muka bumi. Muhammad SAW dikenal sebagai orang yang mempunyai suri
teladan yang baik, beliau adalah pemimpin negara panutan yang mampu membimbing
rakyatnya ke jalan yang baik dan benar. Akhlaknya pun adalah Al-Quran karena
semua tingkah lakunya berdasarkan Al-Quran. Ketika pada saat itu Islam
didirikan di Madinah, Nabi Muhammad SAW membuat peraturan yang dikenal Piagam
Madinah yang semuanya bukti peraturan yang tidak memandang kasta atau golongan
apapun, Semua rakyatnya mempunyai hak yang sama, Baik kaum yahudi maupun kaum
muslimin.
Berikut
adalah Piagam Madinah versi bahasa Indonesia:
I. Mukaddimah
Dengan nama
Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ini lah Piagam Tertulis dari Nabi
Muhammad SAW di kalangan orang-orang yang beriman dan memeluk Islam (yang
berasal) dari Quraisy dan Yatsrib, dan orang-orang yang mengikuti mereka,
mempersatukan diri dan berjuang bersama mereka.”
II. Pembentukan Ummat
Pasal 1
Sesungguhnya
mereka satu bangsa negara (ummat) dan bebas dari (pengaruh dan kekuasaan
manusia.
III. Hak Asasi Manusia
Pasal 2
Kaum
Muhajirin dari Quraisy tetap mempunyai hak asli mereka, saling menanggung,
membayar, dan menerima uang tebusan darah (diyat) sebagai kompensasi
hukuman pembunuhan, dengan cara yang baik dan adil di antara orang-orang yang
beriman.
Pasal 3
1) Bani ‘Auf
(dari Yatsrib) tetap mempunyai hak asli mereka dan saling menanggung uang
tebusan darah (diyat).
2) Setiap
kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil antara orang-orang
beriman.
Pasal 4
1) Bani
Sa’idah (dari Yatsrib) tetap atas hak asli mereka, saling menanggung uang
tebusan mereka.
2) Setiap
kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil antara orang-orang
yang beriman.
Pasal 5
1) Bani
al-Harits (dari suku Yatsrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling
menanggung uang tebusan mereka.
2) Setiap
kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil antara orang-orang
beriman.
Pasal 6
1) Bani
Jusyam (dari suku Yatsrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling
menanggung uang tebusan mereka.
2) Setiap
kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil antara orang-orang
beriman.
Pasal 7
1) Bani
Najjar ( dari suku Yatsrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling
menanggung uang tebusan mereka.
2) Setiap
kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil antara orang-orang
beriman.
Pasal 8
1) Bani ‘Amr
(dari suku Yatsrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling menanggung
uang tebusan mereka.
2) Setiap
kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil antara orang-orang
beriman.
Pasal 9
1) Bani
An-Nabit (dari suku Yatsrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling
menanggung uang tebusan mereka.
2) Setiap
kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil antara orang-orang
beriman.
Pasal 10
1) Bani ‘Auz
(dari suku Yatsrib) berpegang atas hak-hak asli mereka, saling menanggung uang
tebusan mereka.
2) Setiap
kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil antara orang-orang
beriman.
IV. Persatuan Seagama
Pasal 11
Sesungguhnya
orang-orang beriman tidak akan meninggalkan tanggung-jawabnya dalam membantu
orang-orang yang berhutang, yaitu membayar uang tebusan darah dengan secara
baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 12
Orang-orang
yang beriman dilarang membuat persekutuan dengan orang-orang beriman lainnya
tanpa persetujuan dari kelompoknya sendiri.
Pasal 13
1) Seluruh
orang-orang yang beriman dan bertaqwa harus menentang setiap orang yang
melakukan kesalahan, melanggar ketertiban, melakukan penipuan, membuat
permusuhan atau pengacauan di kalangan masyarakat orang-orang yang beriman.
2) Kebulatan
persatuan orang-orang beriman dalam menghadapi orang-orang yang bersalah
merupakan keputusan bersama, walau pun hal tersebut terhadap anak-anak mereka
sendiri.
Pasal 14
1) Orang
yang beriman dilarang melakukan pembunuhan atas orang lain yang tidak beriman.
2) Dan juga
dilarang membantu orang-orang kafir yang melakukan penyerangan pada orang-orang
yang beriman lainnya.
Pasal 15
1) Jaminan
Tuhan adalah untuk semua dan merata, melindungi nasib orang-orang lemah.
2) Seluruh
orang-orang beriman harus saling menjamin dan bahu-membahu antara sesama mereka
dari (gangguan) pihak lain.
V. Persatuan Segenap Warga Negara
Pasal 16
Bahwa
sesungguhnya bangsa Yahudi yang setia kepada (negara) kita, berhak mendapatkan
bantuan dan perlindungan, tidak boleh dikurangi haknya dan tidak boleh
diasingkan dari pergaulan umum.
Pasal 17
1)
Perdamaian yang dilakukan orang-orang beriman adalah satu dan atas nama
semuanya.
2) Tidak
diperkenankan kelompok orang-orang yang beriman membuat perjanjian tanpa
melibatkan kelompok beriman lainnya di dalam suatu peperangan yang dilakukan di
jalan Tuhan atas dasar persamaan dan keadilan antara mereka.
Pasal 18
Setiap
serangan yang ditujukan kepada kita merupakan tantangan kepada semua
orang-orang yang beriman yang harus memperkokoh persatuannya antar semua
kelompok.
Pasal 19
1) Seluruh
orang-orang yang beriman harus memberikan pembelaan atas tiap-tiap darah yang
tertumpah di jalan Tuhan.
2) Setiap
orang beriman yang bertaqwa harus berteguh hati ats jalan yang baik dan kuat.
Pasal 20
1)
Perlindungan yang diberikan oleh seorang yang tidak beriman (musyrik) terhadap
harta dan jiwa seorang musuh Quraisy tidaklah diakui.
2) Campur
tangan apapun tidaklah diijinkan atas kerugian yang diderita oleh orang-orang
yang beriman.
Pasal 21
1)
Barangsiapa yang membunuh seorang yang beriman dengan cukup bukti atas
perbuatannya harus dihukum bunuh atasnya, kecuali kalau wali (keluarga yang
berhak) dari si terbunuh bersedia dan rela menerima ganti kerugian (diyat).
2) Seluruh
warga yang beriman harus bulat bersatu mengutuk perbuatan itu, dan tidak
diijinkanselain daripada menghukum kejahatan itu.
Pasal 22
1) Tidak
dibenarkan bagi setiap orang yang mengakui piagam ini dan percaya kepada Tuhan
dan hari akhir untuk membantu orang-orang yang salah dan memberikan
perlindungan baginya.
2) Siapa
yang memberikan bantuan atau memberikan tempat tinggal bagi
pengkhianat-pengkhianat negara atau orang-orang yang salah, akan mendapatkan
kutukan dan kemurkaan Tuhan di hari kiamat nanti, dan tidak diterima segala
pengakuan dan kesaksiannya.
Pasal 23
Apabila
timbul perbedaan pendapat di antara kamu dalam suatu masalah, maka
kembalikanlah penyelesaiannya pada (hukum) Allah dan (keputusan) rasul-Nya,
Muhammad SAW.
VI. Golongan Minoritas
Pasal 24
Warga negara
(dari golongan) Yahudi memikul biaya bersama-sama dengan orang-orang yang
beriman selama negara dalam peperangan.
Pasal 25
1) Kaum
Yahudi dari suku ‘Auf adalah satu bangsa (ummat) dengan warga yang beriman.
2) Kaum
Yahudi bebas memeluk agama mereka sebagaimana kaum Muslimin bebas memeluk
agamanya.
3) Kebebasan
ini berlaku juga terhadap pengikut-pengikut/sekutu-sekutu mereka, dan diri
mereka sendiri.
4) Kecuali
kalau ada yang mengacau dan berbuat kejahatan, yang menimpa diri orang yang
bersangkutan dan keluarganya.
Pasal 26
Kaum Yahudi
dari Bani Najjar diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Bani ‘Auf di atas.
Pasal 27
Kaum Yahudi
dari Bani Harits diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Bani ‘Auf diatas.
Pasal 28
Kaum Yahudi
dari Bani Sa’idah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Bani ‘Auf diatas.
Pasal 29
Kaum Yahudi
dari Bani Jusyam diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Bani ‘Auf diatas.
Pasal 30
Kaum Yahudi
dari Bani Auz diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Bani ‘Auf di atas.
Pasal 31
1) Kaum
Yahudi dari Bani Tsa’labah, diperlakukan sama seperti kaum yahudi dari Bani
‘Auf di atas.
2) Kecuali
orang yang mengacau atau berbuat kejahatan, maka ganjaran dari pengacauan dan
kejahatannya itu menimpa dirinya dan keluarganya.
Pasal 32
Suku Jafnah
yang mempunyai hubungan darah dengan kaum Yahudi dari Bani Tsa’labah,
diperlakukan sama seperti Bani Tsa’labah.
Pasal 33
1) Bani
Syuthaibah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Bani ‘Auf di atas.
2) Sikap
yang baik harus dapat membendung segala penyelewengan.
Pasal 34
Pengikut-pengikut
atau sekutu-sekutu dari Bani Tsa’labah, diperlakukan sama seperti Bani
Tsa’labah.
Pasal 35
Setiap
pegawai dan pembela kaum Yahudi, diperlakukan sama seperti kaum Yahudi.
VII. Tugas Warga Negara
Pasal 36
1) Tidak
seorang pun diperbolehkan bertindak melanggar aturan ini tanpa seizin Muhammad
SAW.
2) Seorang
warga negara dapat melakukan qishash luka yang dilakukan orang
lain kepadanya.
3) Siapa
yang berbuat kejahatan, maka ganjaran kejahatan itu menimpa dirinya dan
keluarganya, kecuali untuk membela diri.
4) Tuhan
melindungi akan orang-orang yang setia kepada piagam ini.
Pasal 37
1) Kaum
Yahudi memikul biaya negara, sebagai halnya kaum Muslimin memikul biaya negara.
2) Di antara
seluruh warga negara ( Yahudi dan Muslimin) terikat perjanjian pembelaan untuk
menentang setiap musuh negara yang memerangi setiap peserta dari piagam ini.
3) Di antara
mereka harus terdapat saling nasihat-menasihati dan berbuat kebajikan, dan
menjauhi segala dosa.
4) Seorang
warga negara tidaklah dianggap bersalah, karena kesalahan yang dibuat
sahabat/sekutunya.
5) Pertolongan,
pembelaan, dan bantuan harus diberikan kepada orang/golongan yang teraniaya.
Pasal 38
Warga negara
kaum Yahudi memikul biaya bersama-sama warga negara yang beriman, selama
peperangan berlangsung.
VII. Melindungi Negara
Pasal 39
Sesungguhnya
kota Yatsrib; Ibukota Negara tidak boleh dilanggar kehormatannya oleh setiap
pihak yang disebutkan dalam piagam ini.
Pasal 40
Setiap
tetangga rumah harus diperlakukan seperti diri-sendiri, dan tidak boleh
mengganggu ketenteramnnya dan menzaliminya.
Pasal 41
Setiap tetangga
wanita tidak boleh diganggu ketentraman dan kehormatan dan tidak melakukan
kunjungan kecuali harus atas izin suaminya.
IX. Pimpinan Negara
Pasal 42
1) Dilarang
menimbulkan masalah dan pertengkaran antar sesama anggota yang menyepakati
piagam. Dan apabila hal tersebut terjadi maka harus segera dilaporkan dan
diselesaikan berdasarkan hukum Allah dan rasul-Nya.
2) Tuhan
berpegang teguh kepada piagam ini dan orang-orang yang setia kepadanya.
Pasal 43
Sesungguhnya
(musuh) Quraisy tidak boleh dilindungi, begitu juga segala orang yang membantu
mereka.
Pasal 44
Di kalangan
warga negara sudah terikat janji pertahanan bersama untuk menentang setiap
agresor yang menyergap kota Yatsrib.
X. Politik Perdamaian
1) Apabila
mereka diajak melakukan perdamaian dan membuat perjanjian damai (treaty),
maka mereka harus siap dan bersedia untuk berdamai dan melakukan perjanjian
damai.
2) Setiap
kali ajakan perdamaian seperti demikian, sesungguhnya kaum yang beriman harus
melakukannya, kecuali terhadap orang (negara) yang menunjukkan permusuhan
terhadap agama (Islam).
3) Kewajiban
atas setiap warga negara mengambil bagian dari pihak mereka untuk perdamaian
itu.
Pasal 46
1) Dan
sesungguhnya kaum Yahudi dan Auz dan segala sekutu dan simpatisan mereka,
mempunyai kewajiban yang sama dengan segala peserta piagam untuk kebaikan
(perdamaian) itu.
2)
Sesungguhnya kebaikan (perdamaian) dapat menghilangkan segala kesalahan.
XI. Penutup
Pasal 47
1) Setiap
warga negara yang melakukan usaha, maka semua semua menjadi miliknya.
2) Sesungguhnya
Tuhan merestui semua peserta piagam ini, yang telah berlaku jujur dan baik.
3)
Sesungguhnya tidaklah boleh piagam ini dipergunakan untuk melindungi
orang-orang yang dhalim dan bersalah.
4)
Sesungguhnya (mulai saat ini), orang-orang yang bepergian (keluar), adalah
aman.
5) dan orang
yang menetap adalah aman pula, kecuali orang-orang yang dhalim dan berbuat
salah.
6)
Sesungguhnya Tuhan melindungi orang (warga negara) yang bai dan bersikap taqwa
(waspada)
7) Dan
(akhirnya) Muhammad adalah Utusan Allah, semoga Tuhan mencurahkan shalawat dan
kesejahteraan atasnya.
Itu adalah
Piagam Madinah yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW sang negarawan yang mempunyai
suri teladan yang baik.
Sumber;
Syafii Antonio, Muhammad.2007. Muhammad SAW: The Super Leader Super Manager.
Jakarta
0 comments:
Post a Comment