PERIODE NABI (HIJRAH, PIAGAM MADINAH, PEPERANGAN PADA MAMSA NABI) PEMBAHASAN


 
A.    HIJRAH NABI

Pada malam tanggal 27 Rajab sebelum hijrah, Nabi Muhammad melakukan isra’ dan mi’raj. Isra’ maksudnya berjalan pada malam hari dari masjid Mekkah atau Masjidil kharom menuju ke Masjidil Aqsa di palestina. Sedangkan MI’raj adalah Naik ke langit ke Baitul Maqdis menuju ke Sidratul Muntaha. Dengan mengendarai Buraq dengan di temani malaikat JIbril. Perjalanan Nabi Muhammad dari masjidil Kharom ke masjidil Aksa di tempuh dalam 3perhatian. Di kita yatsrib tempat pertama (tempat nabi berhijrah). Di sina atau tursina tempat kedua (dimana Muhammad bermunajah kepada Allah) dan di Madain saleh tempat ketiga(dimana Nabi Syu’aib memegang sebagai raja). Maka setalah sampai di baitul Maqdis, nabi Muhammad di mi’rajkan menuju kesidrotul munthaha. Sebalum didimij’rakan nabi Muhammad di masjidil aqsha yang dibangun oleh Nabi Sulaiman as. Bertemu dengan para Nabi, kemudian mereka bersholat bersama-sama dan Muhammad sebagai imam dalam peribadatan itu. Selanjutnya ia naik kelangit dan tiap-tiap pintu para Nabi mengucapkan selamat. Perjalanan dilanjutkan dengan melihat-lihat isi surge dan isi neraka. Orang-orang yang taat dalam menjalankan ibadah, ditempatkan di surga. Dan orang yang kufur, untuk mereka adalah neraka. Setelah sampai ke puncak acara di shidrotul muntaha, Nabi naik lagi ke mustawan dan bertemu dengan Tuhan untuk menerima perintah wajib sholat 5 kali dalam sehari semalam. Selanjutnya Nabi Muhammad pulang dengan mengendarai Buroq menuju ke Mekkah melalui Baitul Maqdis.
Setelah setahun berlalu, Nabi SAW mendapat wahyu untuk hijrah ke Yatsrib. Ketika itu orang-orang kafir quraisy sedang sibuk merencanakan pembunuhan Nabi Muhammad. Mereka berkumpul di depan rumah, sebentar-sebentar dilihatnya kamar Nabi lewat lubang kecil. Kalau Rosulullah keluar akan dibunuhlah ia.[1]
Baru saja Rosul menerima wahyu dari Allah bahwa ia akan dibunuh. Atas berita itu Nabi Muhammad pergi menjumpai Abu Bakar (sahabatnya) untuk menyampaikan berita itu. Dan karena perintah Allah menyuruh Muhammad berhijrah, Abu Bakar ingin ikut serta dan Muhammad mengijinkan.
Muhammad dan Abu Bakar tiga hari tiga malam bersembunyi digua Tsur. Baru setelah itu mereka meneruskan perjalanan sampai di yatsrib(madinah).Setelh sampai yatsrib di ubah namanya oleh nabi dengan kota Madinah, sedangkan Muhammad saw. Bertempat di kuba, di luar kota. DisanaMuhammad membuat masjid yang ada hingga saat ini.
Ketika Nabi melihat keganasan kaum musyrikin semakin hari semakin keras, sedang beliau tidak dapat memberi perlindungan kepada kaum muslimin; beliau berkata kepada kaum mislimin yang sanggup untuk meninggalkan kota mekkah, “Alangkah baiknya jika kamu dapat berhijrah ke Habasyah (ethiopia). Disana ada seorang raja yang sangat adil. Dalam kekuasaannya tidak seorangpun yang dianiyaya. Karena itu pergilah kamu kesana sampai Alloh memberikan jalan keluar kepada kita. Negri itu adalah negri yang cocok bagi kalian.”
Anjuran Nabi tersebut diterima oleh kaum muslimin yang sanggup untuk meninggalkan kota Mekkah. Dalam rombongan pertama ada 10 pria dan 4 wanita krmudian di susul rombongan ke dua yang terdiri dari 80 pria dan 17 wanita selain anak-anak, dan diantaranya terdapat menantu Rosulullah Saw yaitu Utsman bin Affan beserta istrinya Ruqayah putrid rosul dan Ja’far bin abitholib beserta istrinya Asma binti Umais. Tetapi rosullullah tidak ikut dalam hijrah tersebut, melainkan terus melancarkan dakwahnya di Makkah dengan resiko apa pun. Kaum imingran itu tinggal di rantau selama tiga bulan.[2]
Pada tahun ketujuh kerasulan (616 M), lantaran tekanan dan perlakuan kaum kafir kian beringgas dan kejam. Yang ikut mengungsi mencapai 83 lelaki dan 12 wanita, yng di pimpin oleh Ja’far bin Abdul Munthalib, paman Nabi yang paling mirip denga wajah beliau selai Hasan bin Ali. Mereka antara lain 4sahabat  uatama(Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali). Rombongan ini diteriamah dengan penuh kehormatan dan kemuliaan oleh raja Najasyi yang adil, saleh dan berjiwa lapang. Beliau menolak mengembalikan mereka ke Mekkah tatkalah perutusan Quraisy, di bawa pimpinan Amr bin Ash dan Abu Sufyan, dating untuk meminta kepada sang raja agar pengungsi tersebut di usir dan disuruh pulang kampung.
Setelah itu mereka Hijrah ke Thaif(sekitar 90 km dari Mekkah) pada 27 Syawal tahun kesepuluh nubuwah(Januari 620M) dipimpin oleh Nabi sendiri. Ini terjadi setelah kaum Muslimin diboikot selama 3tahun oleh kafir Quraisy dan tahun duka cita (wafatnya Khadijah dan Abu Tholib). Pada mulanya Cuma Nabi ditemani Zaid bin Haritsan yang beranjang sana .guna menyerukan islam, sekalian menjajaki kemungkinan dijadikannya Thaif sebagai tempat berlindung sementara kaum muslim dari keberangasan bangsat-bangsat jahiliyah Quraisy. Namun kenyataannya beliau malah di hujani batu.
Tatkalah rombongan muhajirin(orang yang berhijrah) menjelang memasuki gerbang kota, mereka malah disambut dengan hinaan dan dilempari  batu-batu. Nabi dan para sahabat samapai terluka dan bersimbah darah tetapi beliau tetap mendo’akannya agar mereka dibukakan hatinya oleh Allah lantaran ketidaktahuan mereka dan kebodohan mereka.
Hijrah selanjutnya orang-orang Muhajirin melanjutkan hijrah keMadinah, Hijrah kali ini yang palingmonumental dari hijrah sebelumnya dan paling masak dalam siasat dan perhitungannya. Bukan lagi karena hendak meminta perlindungan sebagai yang sudah-sudah melainkan lebih untuk menegakkan suatu kekuasaan dan Daulah Islamiyah. Dalam hal ini di bagi menjadi dua gelombang.
Gelombang pertama, pada hari jum’at, 1 Rabiul Awal tahun yang bersangkutan. Yang mula pertama kali hijrah adalah Abu Salamah bin Abdul Aswad, yang berhasil mengajak 6 orang masuk islam . Mereka ini lah kemudian datang menemui Nabi secara diam-diam. Ada pula yang menyebutkan bahwa Mush’ab bin Umayrlah yang merintis jalan ke sana sebagai dai utusan Nabi. Menyusul kemudian rombongan Amr bin Rubi’ah dan lain-lain kemudin menyusul sekitar 200 orang, termasuk putrid Abu Lahab. Sedangkan baginda Rosul sendiri berangakat bersama Abu Bakardengan menempuh perjalannan selama 15 hari, dalam perjalannan menxekam itu , mereka bersembunya selam 3 hari di Gua Tsur guna menunggu perkembangan situasi kota. Selama itu, kepada beberapa orang beliau telah memberikan tugas khusus . Sesudah di anggap aman, mereka bersama Amir dan petunjuk jalan bayaran, Abdulllah bin Arqat, kemudian meneruskan perjalanan. Dan baru tiba di Quba pada senin 12Rabiul awal, 7 hari setelah meninngalkan gua.
Gelombang kedua adalah rombongan kaum Muslimin yang berduyung-duyung mengungsi ke Madinah ketika salah satu butirPerjanjianHudaibiyah di hapuskan atas permintaan kafir Quraisy. Dan yang terakhirhijrah adalah Abbas bin Abdul Muntholib sekeluarga sewaktu Nabi dan pasukannya hendak menaklukan Mekkah. Hijrah inilahyang kemudian dijadikan titik pijat tahun Hijri oleh Umarpada tahun 637 M. Dengan perhitungan penaggalan ini, dapat diketahui bahw bulan pertama dalam kalender Qamariyah, yaitu 1 Muharram 1H.    


B.   Piagam Madinah
Piagam Madinah (Bahasa Arab: صحیفة المدینه, shahifatul madinah) juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yathrib (kemudian bernama Madinah) di tahun 622.Dokumen tersebut disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan utama untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani 'Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas pagan Madinah; sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut ummah.
Sebagaimana sudah diketahui, Islam tidak dapat dipisahkan dari politik. Batas antara ajaran Islam dengan persoalan politik sangat tipis. Sebab ajaran Islam mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk persoalan politik dan masalah ketatanegaraan. Peristiwa hijrah Nabi ke Yatsrib merupakan permulaan berdirinya pranata sosial politik dalam sejarah perkembangan Islam. Kedudukan Nabi di Yatsrib bukan saja sebagai pemimpin agama, tetapi juga kepala negara dan pemimpin pemerintahan. Kota Yatsrib dihuni oleh masyarakat yang multi etnis dengan keyakinan agama yang beragam. Peta sosiologis masyarakat Madinah itu secara garis besarnya terdiri atas :
1.     Orang-orang muhajirin, kaum muslimin yang hijrah dari Makkah ke Madinah.
2.     Kaum Anshar, yaitu orang-orang Islam pribumi Madinah.
3.     Orang-orang Yahudi yang secara garis besarnya terdiri atas beberapa kelompok suku seperti : Bani Qainuna, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah.
4.     Pemeluk “tradisi nenek moyang”, yaitu penganut paganisme atau penyembah berhala.
Pluralitas masyarakat Madinah tersebut tidak luput dari pengamatan Nabi. Beliau menyadari, tanpa adanya acuan bersama yang mengatur pola hidup masyarakat yang majemuk itu, konflik-konflik di antara berbagai golongan itu akan menjadi konflik terbuka dan pada suatu saat akan mengancam persatuan dan kesatuan kota Madinah. Hijrah Nabi ke Yatsrib disebabkan adanya permintaan para sesepuh Yatsrib dengan tujuan supaya Nabi dapat menyatukan masyarakat yang berselisih dan menjadi pemimpin yang diterima oleh semua golongan. Piagam ini disusun pada saat Beliau menjadi pemimpin pemerintahan di kota Madinah.

 
Sejarah Terbentuknya Piagam Madinah
Piagam Madinah disepakati tidak lama sesudah umat muslim pindah ke Yatsrib yang waktu itu masih tinggi rasa kesukuannya. Oleh karena itu ada baiknya kita mengetahui motif apa yang menjadi latar belakang hijrahnya umat Muslim Mekkah ke Madinah yang waktu itu masih bernama Yatsrib. Hal ini penting untuk kita mengetahui mengapa agama Islam yang lahir di Mekkah itu justru malah kemudian dapat berkembang subur di Madinah. Dan kemudian mendapat kedudukan yang kuat setelah adanya persetujuan Piagam Madinah.
Dakwah Nabi di Mekkah dapat dikatakan kurang berhasil. Sampai kepada tahun kesepuluh kenabian baru sedikit orang yang menyatakan diri masuk Islam. Bahkan ada beberapa diantaranya yang memeluk agama Islam dengan sepenuh hati mereka.
Sebelum Nabi melaksanakan hijrah, Beliau banyak mendapat ancaman dari kafir Quraisy. Tidak hanya gangguan psikis yang Beliau alami, tapi juga diancam secara fisik. Bahkan beberapa kali diancam untuk dibunuh. Tapi Nabi selalu sabar dalam menghadapi gangguan-gangguan tersebut. Dasar yang dipakai Nabi dalam menghadapi gangguan kaum kafir Quraisy tersebut adalah surat Fushshilat ayat 34, yang berbunyi :
Kota Yatsrib mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Nabi. Bukan saja karena Makkah dan Yatsrib sama-sama berada di propinsi Hijaz, tetapi juga beberapa faktor lain yang ikut menentukan, yaitu :
1.     Abdul Muthalib, kakek Nabi lahir dan dibesarkan di Madinah ini sebelum akhirnya menetap di Makkah. Apalagi hubungan kakek dan cucu ini sangat erat dan penuh kasih sayang. Maka hubungan kakek nabi yang erat dengan Madinah juga membawa bekasnya pada diri Nabi.
2.     Ayah Rasulullah, Abdullah ibn Abdul Muthalib wafat dan dimakamkan di Madinah. Nabi pernah ziarah ke sana bersama ibundanya. Ibunda Nabi wafat dalam perjalanan pulang dari ziarah tersebut. Dengan demikian Madinah bukan tempat yang asing bagi Nabi. Setidak-tidaknya Nabi pernah berhubungan dengan kota atau penduduk kota tersebut.
3.     Penduduk Madinah dari suku Arab bani Nadjar punya hubungan kekerabatan dengan Nabi. Kedatangan Nabi di Madinah disambut layaknya kerabat yang datang dari jauh, bukan orang asing.
4.     Sebagian besar penduduk kota Yatsrib punya mata pencaharian sebagai petani, di samping itu iklim di sana lebih menyenangkan dari pada kota Makkah. Untuk itu dapat dimaklumi bila penduduknya lebih ramah dibandingkan penduduk kota Makkah.
5.     Selain berbagai faktor di atas, juga khabar akan datangnya Rasul akhir jaman sudah di dengar orang-orang Yatsrib dari orang-orang Yahudi d Yatsrib. Mereka mengharap-harap dan menunggu-nunggu untuk mendapat kehormatan membantu agama ini.
Demikian beberapa faktor yang dapat kami kemukakan yang membantu diterimanya Nabi di Madinah dan mengapa Nabi memilih kota Yatsrib atau Madinah sebagai kota tempat tujuan Hijrahya, selain itu juga merupakan petunjuk Allah yang memberi jalan bagi terbukanya syiar agama Islam.
Sejak Nabi hijrah ke Madinah dan sesudah menetap di sana dan setelah masjid dan rumah beliau siap didirikan, tidak lain yang menjadi fikirannya adalah menyiarkan agama Islam, sebagai tujuan utama beliau.
Sebagai seorang pemimpin, maka beliau merasa punya tanggung jawab besar terhadap diri dan pengikutnya. Beliau tidak saja harus giat menyiarkan agama Islam, tetapi juga sebagai seorang pemimpin tidak boleh membiarkan musuh-musuh dari dalam dan dari luar mengganggu kehidupan masyarakat muslim. Pada tahap ini beliau menghadapi tiga kesulitan utama :
1.     Bahaya dari kalangan Quraisy dan kaum Musyrik lainnya di Jazirah Arab.
2.     Kaum Yahudi yang tinggal di dalam dan di luar kota dan memiliki kekayaan dan sumberdaya yang amat besar.
3.     Perbedaan di antara sesama pendukungnya sendiri karena perbedaan lingkungan hidup mereka.
Dan karena perbedaan lingkungan hidup, maka kaum muslimin Anshar dan Muhajirin mempunyai latar belakang kultur dan pemikiran yang sangat berbeda. Hal ini masih di tambah lagi dengan permusuhan sengit yang telah terjadi selama 120 tahun lebih antara dua suku Anshar, yaitu Bani Aus dan Bani Khazraj. Sangat sulit bagi Nabi mengambil jalan tengah untuk mempersatukan mereka dalam kehidupan religius dan politik secara damai.
Tetapi akhirnya Nabi dapat mengatasi masalah tersebut secara damai dengan cara yang amat bijaksana. Mengenai masalah yang pertama dan kedua, beliau berhasil mengikat penduduk Madinah dalam suatu perjanjian yang saling menguntungkan yang akan di bahas nanti. Sedangkan untuk mengatasi masalah yang ketiga beliau berhasil memecahkannya dengan jalan keluar yang amat bijak dan sangat jenius.
Untuk mengatasi adanya perbedaan di antara kaum muslimin, maka Nabi mempersaudarakan di antara mereka layaknya saudara kandungan yang saling pusaka mempusakai. Jika salah satu dari kedua bersaudara yang baru dipersatukan tersebut wafat, maka saudara angkatnya berhak atas seperenam harta warisannya. Perlu diketahui hukum waris sebagaimana kita kenal sekarang belum berlaku saat itu.
Selama beberapa minggu di Madinah, Rasul menelaah situasi kota Madinah dengan mempelajari keadaan politik, ekonomi, sosial dan sebagainya. Beliau berusaha mencari jalan bagaimana agar penduduk asli dan kaum muhajirin dapat hidup berdampingan dengan aman. Untuk mengatasi kesulitan yang pertama dan kedua Nabi Muhammad membuat suatu perjanjian dengan penduduk Madinah baik Muslimin, Yahudi ataupun musyrikin.
Dalam perjanjian itu ditetapkan tugas dan kewajiban Kaum Yahudi dan Musyrikin Madinah terhadap Daulah Islamiyah di samping mengakui kebebasan mereka beragama dan memiliki harta kekayaannya. Dokumen politik, ekonomi, sosial dan militer bagi segenap penduduk Madinah, baik Muslimin, Musyrikin, maupun Yahudinya. Secara garis besar perjanjian itu memuat isi sebagai berikut :

a.     Bidang ekonomi dan sosial
Keharusan orang kaya membantu dan membayar utang orang miskin, kewajiban memelihara kehormatan jiwa dan harta bagi segenap penduduk, mengakui kebebasan beragama dan melahirkan pendapat, menyatakan kepastian pelaksanaan hukum bagi siapa saja yang bersalah, dan tidak ada perbedaan antara siapapun di depan pengadilan.

b.     Bidang militer
Antara lain menggariskan kepemimpinan Muhammad bagi segenap penduduk Madinah, baik Muslimin, Yahudi ataupun Musyrikin, segala urusan berada di dalam kekuasaannya. Beliaulah yang menyelesaikan segala perselisihan antara warga negara. Dengan demikian jadilah beliau sebagai Qaaid Aam (panglima tertinggi) di Madinah. Keharusan bergotong royong melawan musuh sehingga bangsa Madinah merupakan satu barisan menuju tujuan.
     Arti Penting Piagam Madinah
Adapun Piagam Madinah itu mempunyai arti tersendiri bagi semua penduduk Madinah dari masing-masing golongan yang berbeda. Bagi Nabi Muhammad, maka Ia diakui sebagai pemimpin yang mempunyai kekuasaan politis. Bila terjadi sengketa di antara penduduk Madinah maka keputusannya harus dikembalikan kepada keputusan Allah dan kebijaksanaan Rasul-Nya. Pasal ini menetapkan wewenang pada Nabi untuk menengahi dan memutuskan segala perbedaan pendapat dan permusuhan yang timbul di antara mereka.
Hal ini sesungguhnya telah lama diharapkan penduduk Madinah, khususnya golongan Arab, sehingga kedatangan Nabi dapat mereka terima. Harapan ini tercermin di dalam Baitul Aqabah I dan II yang mengakui Muhammad sebagai pemimpin mereka dan mengharapkan peranannya di dalam mempersatukan Madinah.
Sedangkan bagi umat Islam, khususnya kaum Muhajirin, Piagam Madinah semakin memantapkan kedudukan mereka. Bersatunya penduduk Madinah di dalam suatu kesatuan politik membuat keamanan mereka lebih terjamin dari gangguan kaum kafir Quraisy. Suasana yang lebih aman membuat mereka lebih berkonsentrasi untuk mendakwahkan Islam. Terbukti Islam berkembang subur di Madinah ini.
Bagi penduduk Madinah pada umumnya, dengan adanya kesepakatan piagam Madinah, menciptakan suasana baru yang menghilangkan atau memperkecil pertentangan antar suku. Kebebasan beragama juga telah mendapatkan jaminan bagi semua golongan. Yang lebih ditekankan adalah kerjasama dan persamaan hak dan kewajiban semua golongan dalam kehidupan sosial politik di dalam mewujudkan pertahanan dan perdamaian.
Piagam Madinah ternyata mampu mengubah eksistensi orang-orang mukmin dan yang lainnya dari sekedar kumpulan manusia menjadi masyarakat politik, yaitu suatu masyarakat yang memiliki kedaulatan dan otoritas politik dalam wilayah Madinah sebagai tempat mereka hidup bersama, bekerjasama dalam kebaikan atas dasar kesadaran sosial mereka, yang bebas dari pengaruh dan penguasaan masyarakat lain dan mampu mewujudkan kehendak mereka sendiri.
Muhammad Jad Maula Bey, dalam bukunya “Muhammad al-Matsalul Kamil” menyimpulkan, bahwa di dalam waktu yang relatif pendek tersebut Nabi telah sukses menciptakan tiga pekerjaan besar, yaitu:
·      Membentuk suatu umat yang menjadi umat yang terbaik
·      Mendirikan suatu “negara” yang bernama Negara Islam; dan
·      Mengajarkan suatu agama, yaitu agama Islam.
Agar stabilitas masyarakat dapat di wujudkan Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas yang di keluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin, dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan negeri dari serangan luar. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak di berikan pada beliau. Dalam bidang sosial, dia juga meletakan dasar persamaan antara sesama manusia. Perjanjian ini, dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut dengan konstitusi Madinah.
Mengenai kapan penyusunan naskah piagam atau perjanjian tertulis itu dilakukan oleh Nabi tidak pasti, mengenai waktu dan tanggalnya. Apakah waktu pertama hijriyah atau sebelum waktu perang Badar atau sesudahnya. Menurut Watt, para sejarah umumnya berpendapat bahwa piagam itu dibuat pada permulaan periode Madinah tahun pertama hijrah. Well Husen menetapkannya sebelum perang badar sedangkan Hurbert Grimne berpendapat bahwa piagam itu dibuat setelah perang badar. Dan masih banyak lagi orang yang berpendapat tentang kapan penyusunan piagam Madinah.[3]
Isi piagam:
Ini adalah sebuah shahifah (piagam) dari Muhammad Rasulullah (yang mengatur hubungan) antara mu’min Quraisy dan Yatsrib (Madinah) dan orang-orang yang mengikuti, bergabung dan berjuang (jahadu) bersama-sama dengan mereka.
Dari Piagam Madinah, dapat diambil beberapa kesimpulan:
1.     Pertama, Asas kebebasan beragama. Negara mengakui dan melindungi setiap kelompok untuk beribadah menurut agamanya masing-masing.
2.     Kedua, Asas persamaan. Semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat, wajib saling membantu dan tidak boleh seorang pun diperlakukan secara buruk. Bahkan orang yang lemah harus dilindungi dan dibantu.
3.     Ketiga, Asas kebersamaan. Semua anggota masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara.
4.     Keempat, Asas keadilan. Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapa hukum. Hukum harus ditegakkan. Siapa pun yang melanggar harus terkena hukuman. Hak individu diakui.
5.     Kelima, Asas perdamaian yang berkeadilan.
C.   PEPERANGAN PADA MASA NABI
Pada zaman Nabi terjadi sekitar 62 kali peperangan melawan musuh-musuh Islam. Yang langsung beliau pimpin (menurut suatu riwayat disebut ghaswah) sebanyak 29 atau 27 kali, dan selebihnya adalah perang yang didalamnya Nabi tidak ikut(disebut Sariyyah). Di antara perang-perang itu, sebenarnya banyak juga di antaranya yang belum patut disebut perang dalam arti sesunguhnya, melainkan semacam patrol perondaan, misalnya “perang” Al-Asyirah, Zhi Amir, Al-Fara’, Zatur Riqa’ dan beberapa perang yang lainnya. Sebagian perang tersebut di abadikan oleh Allah dalam Al-Qur’an, seperti perang badar disebut dalam QS3:123-127, Uhud dalam QS 3:152-155, Khandaq dalam QS 33:9-27, Khaybar dalam QS 48:15-19, Hunayn dalam QS 9:25-29 dan Tbuk dalam QS 9:38-43.

1.      Fijar
Perang ini, Harbul Fijar, diikuti oleh Nabiyang menyertai paman-pamannya, ketika masih berumur 15-20 tahun. Ia merupakan “perang yang merusak kesucian” antar suku kabilah arab yaitu antara suku Quraisy atau Banu kinanah di satu pihak dengan Qais Ailan di lain pihak, karena terjadi dalam bulan-bulan suci pada pekan-pekan dagang di ukaz (terletak di antara Tayif dan Nakhlah) dan berlangsung selama 4 tahun berturut-turut. Di perang itu, Muhammad, antara lain ditugaskan mengunpulkan anak-anak panah, atau ikut pula memanah. Seusai perang inilah  beliau ikut mengorganisasikan suatu persekutuan yang dikenal dengan nama Hilful Fuzul yang dibentuknya untuk membela kaum lemah dan tertindas.
2.     Badar
Perang yang tergolak di bulan suci Ramadhan ini, yaitu hari jum’at pagi17 Ramadhan 2H atau maret 624 M, merupakan perang yang amat menentukan eksestensi islam. Saking pentingnya Nabi berdo’a sangat khusyuk(hingga selendangnya beliau jatuh tidak terasa). Pasukan Islam hanya berjumlah 313 orang denag perlengkapan amat sederhana dengan 70 unta, dan Cuma seorang, yaitu sahabat muda nabi bernama Miqdad bin Aswad sendiri, yang menunggang kuda . Sementara itu  kaum musyrik brjumlah 1.000 orang membawa100 kuda dan 700 unta, di bawa komandan-komandan pembesar Quraisy saat itu.[4]
3.     Uhud
Perang yang berlangsung pada sabtu 15 Syawal 3 H(januari 625 M) ini terjadi karena para gembong Quraisy ingin membalas dendam atas kekalahan pahit yang mereka alami. Mereka di pimpin langsung oleh Khalid bin Walid, Abdullah bin Rabiah, Syahwal bin Umayyah, Ikrimah bin Abu Jahal, Abu Sufyan (sebagai komandan tertinggi) dan istrinya.
Pasukan Islam semula berjumlah 1.000 (17 di antarannya belum genap berumur 15 tahun). Di pertempuran yang menyala dahsyat ini Nabi mengalami luka-luka cukup parah, sampai-sampai Abu sufyan berikrar bahwa Nabi Muhammad telah terbunuh. Abdullah bun Sahab Zuhri menimpuk batu dahi nabi hingga beliau terjatuh ke dalam jurang dengan berlumuran darah. Lalu menyusul pula Ubay bin Khalaf, menyerbu kea rah Nabi yang kala itu dalam keadaan kritis di bawa lindungan pagar para sahabat, namun dengan sisa-sisa tenaga yang ada, Baginda Rosul berhasil mendahului menusuk perutnya, hingga musuh ini terbunuh. Ini lah satu-satunya orang yang di bunuh Nabi selama hidupnya. Di perang inilah pertama kali kaum muslim merasakan hal pahit karena kyrang 70 pahlawan Ialam yang menigal. Sedangkan di  pihak Quraisy Cuma 25 orang yang mati konyol. Ini terutama karena sebagaian di antara kaum Muslim melanggar disiplain dan perintah Nabi.
4.     Khandaq
Perang yang terjadi di bulan Syawal 5 H(Februari-Maret 627 M), ini di sebut perang parit karena kaum Muslim mengunakan strategi pertahanan dengan menggali parit di seputar Madinah. Ini adalah ide cemerlang sahabat Nabi berbangsa Persia, salman Al Farisi. Pasukan musuh yang akan menyerang  yaitu sekitar  11.000 serdadu dengan 2.500 unta dengan 300 kuda, sementara mereka Cuma 3.000an orang. Selama 20-25 hari mereka dikepung siang malam nonstop hingga akhirnya orang-orang kafir tak tahan di terjang badai dingain yang mengigit, hingga akhirnya mereka flustasi kemudian terpaksa kembali ke Mekkah.
Ada satu hal yang membikin pasukan islam meradang di perang ini, yakni tatkala Yahudi Banu Quraizhah secara semenang-menang menginjak-injak perjanjian dengan ikut bergabung ke pihak musuh.
5.     Khaybar
Khaybar adalah yang diperkuat dengan sekumpulan benteng yang kokoh dan penuh puri, milik kaum Yahudi Banu Quraizng. Benteng pertahanan ini terdiri dari 3 lapis . lapis pertama ada 4 benteng yakni Na’iri, Sha’ab(saad), Katibah dan Baqlah. Lapis ke 2 benteng, yakni Ubay dan Bony. Lapis ke tiga ada 3 yaitu Wathih, Salalim,(salam) dan Qamus (ini yang terkuat).
6.     Mut’ah
Perang ini terjadi  karna ekspedisi yang dikirim nabi untuk pertama kalinya keluar Saudi Arabiah di bawah pimpinan Surah bil bin Amr, kepada Kristen dari BAnu Ghasan di Siria, dibunuh oleh mereka. Karna hal itu Nabi segera mengirim 3000 personil yang dipimpin oleh Zain bin Haritsah untuk melawan orang-orang romawi yang bersekutu dengan pasukan-pasukan suku-suku Arab.
Perang yang sangat berimbang ini berlangsung tak lama dibulan jumdil awal 8H( September 629/630M) komandan pasukan islam silih berganti maju kedepan brturut-turut. Setelah pimpinan pasukan diambil alih oleh Kholid Bin walid beliau lalu memutuskan untuk mengirim saja personil pasukan dari medan pertempuran, sesudah brtahan mati-matian mengingat terlalu besar jumlah pasukan musuh.
7.     Penaklukan Mekah
Jauh hari sebelum Nabi beserta pasukannya mengambil tindakan(atas pelangaran perjanjian Hudaibiyah), panglimah besar kafir Quraisy(yakni Abu Sufyan). Tepat 10 Ramadham 10 H (Jnuari 630 M), Rasulullah diiringkan 8.000-10.000 pengikut setianya, dengan 980 ekor kuda memasuki kota Mekkah, tanpa perlawanan berarti. Mereka masuk secara bergelombang sebagai taktik untuk mengetarkan kafir Qurasy, sekaligus di maksudkan agar tidak terjadi pertumpah darah di bulan suci itu. Sesudah kemenangan tergengam pasti dalam tangan, sejak saat itu Ka’bah dan sekitarnya dinyatakan sebagai kawasan bebas berhala dan BAginda Rosul pun memerintahkan agar tiap orang atau keluarga menghancurkan sendiri berhalanya masing-masing.  Pendudukpun berbondong-bondong memeluk islam.
8.     Hunayn
Perang antara kaum Muslimin dengan beberapa kabilah Arab durhaka ini terjadi pada sabtu 6Syawal 8 H(Januari/Februari 630 M, sesudah pembebasan Makkah) , setelah utusan Nabi, Abdullah Al-Aslamy, kembali mengabarkan persiapan mereka sebesar 20.000 orang yang siap menyerang,Nabi pun berangkat disertai 12.000 pasukan. Kabilah-kabilah pemberontak yang terkenalberani dan kuat yang terdiri dari Hawazin dan lainnya. Untuk menyalakn semangat tempur pasukannya, Malik menginstruksikan untuk memboyong semua harta dan anak istri mereka sehingga semangat juang makin membara. Namun taktik itu tadak jitu , karena Cuma dalam tempo singkat sudah kocar kacir oleh pasukan muslim sesudah di kepung selam kurang lebih 20 hari.
9.     Tabuk
Perang tabuk adalah perang yang melawan pasukan Romawi yang berlangsung pada bulan Rajab 9H. Di Tabuk yaitu daerah antara Madinah dan Damaskus yang jaraknya 692 km. Tapi walaupun umat islam dicekik serba kesusahan kala itu justru semangat berkurban untuk membiayai perang ini , yang dilandasi ketangguahn iman, kian membara, Abu bakar umpamanya, dialah yang mulanya menyabut, dan dengan entengnya menyumbangkan semua hartanya. Dan Utsman mengalirkan pula setumpuk hartanya berupa 950 ekor unta, 500 kuda, 1.000 dinar, 40.000 dirham 100 unta serta barang bawaannya.[5]

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad at Medina and R.B. Serjeant “The Constituonal of Medina”. Islamic Quartely8 (1964)
M.Natsir Arsyad, Seputar Sejarah dan Muamalah,(Bandung:Al Bayan, 2000)
Ali Hassan An-Nadawi, Riwayat Hidup Rasulullah. Caesar E. Farah, Islam: Beliefs and observance, Jakarta, 1970.
Ibnu Hasyam I, 1999
Ibnu Qutaibah :Al Ma’arif . 2001



[1] Abdul Manaf,kisah-kisah 25 Nabi dan Rosull(Jakarta/:PT Raja Grafindo,2009)hal 45
[2] Ibid hal 50
[3] Muhammad at Medina and R.BSerjeant”The Constituon of Medina”.Islam Quartely8(1964) hal 198
[4] M.Natsir Arsyad, Seputar Sejarah dan Muamalah,(Bandung:Al Bayan,2000)hal 45
[5] Ibid hal52

0 comments:

Post a Comment