Lagu ini adalah hasil akhir dari perjalanan dan perenungan Iwan Fals ke beberapa kota dalam rangkaian Road Show 'KESEIMBANGAN - Oi, Menanam bersama Iwan Fals & Band' di 6 kota Pulau Jawa (28 Juni - 12 Juli 2010). Lirik yang inspirasinya datang saat Iwan Fals berziarah ke makam Bung Karno di Blitar. Ini adalah salah satu lagu terbaru Iwan Fals yang belum ada di rekaman.

UPDATE : 
Lagu ini akhirnya masuk kedalam album baru Iwan Fals berjudul RAYA, launching 25 Juni 2013



















AIR SELOKAN
"Air yang di selokan itu mengalir dari rumah sakit," katamu pada suatu hari minggu pagi. Waktu itu kau berjalanjalan bersama istrimu yang sedang mengandung
-- ia hampir muntah karena bau sengit itu.
Dulu di selokan itu mengalir pula air yang digunakan untuk memandikanmu waktu kau lahir: campur darah dan amis baunya. Kabarnya tadi sore mereka sibuk memandikan mayat di kamar mati.
Senja ini ketika dua orang anak sedang berak di tepi selokan itu, salah seorang tiba-tiba berdiri dan menuding sesuatu:
"Hore, ada nyawa lagi terapung-apung di air itu -- alangkah indahnya!"
Tapi kau tak mungkin lagi menyaksikan yang berkilau-kilauan hanyut di permukaan air yang anyir baunya itu, sayang sekali.
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.

PRAJURIT JAGA MALAM 

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ? 
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, 
bermata tajam 
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya 
kepastian 
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini 
Aku suka pada mereka yang berani hidup 
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam 
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...... 
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ! 

Samuel Becket (1906-1989), penulis lakon terkenal En Attendant Godot atau Menunggu Godot, adalah pemenang hadiah Nobel Sastra dari Akademi Swedia. Ia seorang pengarang Irlandia yang menulis dalam bahasa Perancis, namun kadang-kadang juga dalam bahasa Inggris.
Tatkala diumumkan sebagai pemenang hadiah Nobel Sastra pada 23 Oktober 1969, Samuel Becket berusia 63 tahun. Menurut Akademi Swedia hadiah itu dianugerahkan kepadanya, lantaran karya-karyanya yang berbentuk baru diusahakan untuk mengangkat derajat manusia dari kedudukannya yang serba sulit.

Amir Hamzah lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatra Utara, pada 28 Februari 1946 di Kuala Begumit, Binjai. Nama lengkapnya adalah Tengku Amir Hamzah Pangeran Indrapura yang kemudian disingkat menjadi Tengku Amir Hamzah. Nama Amir Hamzah dinerikan oleh sang ayah karena kekagumannya kepada Hikayat Amir Hamzah.

Amir Hamzah mewriskan dua buah kumpulan sajak karangannya, yaitu Buah Rindu dan Nyanyi Sunyi. Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan, banyak pengamat yang menilai bahwa Nyanyi Sunyi bukan hanya merupakan puncak pencapaian kreatif Amir Hamzah, namun juga menjadi salah satu puncak bagi kepenyairan Indonesia. Antologi puisi Nyayi Sunyi menjadi pemula bagi sajak-sajak kemudian yang membahasakan kesunyian.